Senin, 04 Mei 2015

Yourself. Gambaran sempurna.

Tinggal meminta

Yang terbaik/maha mengetahui

Optimis/positif thinking

Rejeki sudah ada yg mengatur

Jangan putus asa/rahmat allah

Bersyukur/karena kaya akan nikmat

Pahala(ikhtiar)bukan uang atau pujian . (Motivasi).

Membayangkan, angan-angan .

Gambaran sempurna . Muncul dr kekuranganmu .

Kesempatan, waktu sementara .

Manisfestasi pikiran .

This

Sama.

Urang kuduna jiga itu.

Daripada menilai kelebihan batur mending mensyukuri diri sendiri.

Potret diri negatif, menilai berlebihan.
Anda sama berharganya, bersyukur dan ikhlas.

Nyaman bahagia.

Nu geus sidikmah awewe bisa di pake, perhatian dan cantik. Sayang.

Tingali kagorengannana.

Inside trouble.
Padahal can tangtu.

Itu hanya pikiranmu saja. It's just happening in your mind. You are creating your own imagination. Bae. You making your own fucking world, (just) get real ! .

Khayalan, fantasi/y, imajinasi, tidak nyata.

Ceritanya, Anda pulang dari kerja. Hari masih sore,
menjelang malam. Kebetulan sekali, jalanan lancar
sehingga kendaraan Anda dapat melaju kencang dan
sampai rumah sebelum matahari tengglam.
Sesampai di rumah, si kecil, buah hati Anda menyambut
dengan keceriaannya. Tetapi, ada saja yang mengganjal di
hati Anda. Sambutan si kecil tidak mampu menghentikan
kegelisahan Anda. Perasaaan Anda tetap tidak tenang.
Seperti ada sesuatu yang menekan. Tetapi, Anda tidak
tahu apa itu.
Ingin tahu apa yang terjadi dengan diri Anda? Jangan-
jangan, Anda sedang dilanda stres!
“Tetapi, kan, kerjaan di kantor dapat saya handle dengan
baik. Saya juga masih fit, tidak capai. Jalanan tidak terlalu
macet tadi. Jadi, saya stres gara-gara apa?” Mungkin
demikian pertanyaan Anda.
Hmmm, stres bukan hanya muncul lantaran capai,
tekanan, dan masalah. Stres juga dapat muncul lantaran
Anda tidak percaya diri. Anda memiliki image diri yang
negatif, bahwa Anda kurang cerdas, kurang cantik, atau
Anda memiliki penghasilan yang pas-pasan. Intinya, Anda
memandang diri Anda sebagai orang biasa, yang tidak
mungkin mencapai level orang sukses, keren, atau
sempurna.
Akan tetapi, mengapa Anda tidak percaya pada diri Anda
sendiri? Karena Anda selalu membandingkan diri Anda
dengan orang lain. Yup! Anda membandingkan diri Anda
sendiri dengan orang lain yang jauh lebih unggul dari
Anda. Anda membandingkan diri Anda dengan si A, yang
cantik; Anda membandingkan diri Anda dengan si B yang
cerdas dan berbakat, yang dengan bakatnya, ia pun
diangkat menjadi manajer. Sementara itu, Anda, Anda
sudah bekerja lama di kantor yang sama dengan si B,
tetapi tidak kunjung diangkat menjadi manajer. Seperti itu
ilustrasinya.
Membandingkan diri Anda dengan orang lain membuat
Anda tertekan dan stres. Ketika Anda dapati orang lain
jauh lebih unggul dibanding Anda, Anda pun merasa
inferior. Membandingkan diri Anda dengan orang lain
membuat Anda berpikir seolah-olah diri Anda tidak
bermakna dan tidak penting.
Nah, untuk itu, yang perlu Anda lakukan yaitu
menghilangkan sumber stres itu, yakni berhenti
membandingkan diri Anda dengan orang lain.
“Tetapi, bagaimana caranya? Seringkali, secara otomatis,
saya membandingkan diri sendiri dengan orang lain,”
demikian tanya Anda.
Itu namanya, Anda memiliki kebiasaan membandingkan
diri sendiri dengan oran lain.
Jika Anda memiliki kebiasaan membandingkan diri Anda
sendiri dengan orang lain, tentu susah jika harus
menghilangkan kebiasaan itu, bukan?
Nah, untuk itu, Anda tidak perlu berhenti membandingkan
diri Anda dengan orang lain. Yang perlu Anda lakukan
adalah memanusiakan orang lain, yang Anda bandingkan
kualitasnya dengan kualitas diri Anda. Tanyakanlah pada
diri Anda sendiri, apakah kehebatan dan keunggulannya itu
nyata, atau, jangan-jangan, Anda saja yang terlalu
membesar-besarkan keunggulannya.
Nah, di sini Anda harus mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi ketika Anda membandingkan diri sendiri dengan
orang lain: Apakah Anda sedang membandingkan diri Anda
yang sebenarnya dengan diri mereka yang sebenarnya,
atau Anda membandingkan diri Anda yang sebenarnya
dengan gambar ideal tentang mereka ( idealized images of
them )?
Untuk mengetahuinya, mari simak kelanjutan artikel ini.
Apa yang terjadi?
Sebagaimana yang penulis sebutkan di atas, apa yang
sebenarnya terjadi ketika Anda membandingkan diri Anda
dengan orang lain? Apakah Anda membandingkan diri
Anda yang sebenarnya dengan dirinya yang sebenarnya?
Atau, apakah Anda membandingkan diri Anda yang
sebenarnya dengan gambar ideal dirinya?
Perlu Anda ketahui, KONDISI orang lain yang SEBENARNYA
berbeda dengan GAMBAR IDEAL tentang dirinya. Gambar
ideal tentang dirinya ( idealized image of him/her ) adalah
gambar mengenai separuh dirinya, yang tampak di luar.
Gambar ideal ini menyembunyikan gambar/kondisinya
yang sebenarnya.
Sebagai contoh, di kantor Anda, si A terkenal sangat
berbakat. Ia direkomendasikan untuk menjadi manajer.
Nah, gambar ideal mengenai si A adalah orang yang
berbakat. Anda dan teman-teman Anda menilai A sebagai
orang yang berbakat.
Dengan penilaian itu, muncul serta penilaian-penilaian lain
tentang si A seperti si A adalah orang yang rendah hati,
disiplin, dan cerdas. Intinya, si A adalah pribadi yang
sempurna. Nah, penilaian-penilaian inilah yang disebut
sebagai gambar ideal . Anda tidak mengetahui apakah
penilaian-penilaian itu tepat atau tidak. Anda tidak tahu
apakah memang benar si A rendah hati dan disiplin. Yang
pasti, Anda menyematkan/mengidentikkan si A dengan
penilaian-penilaian itu. Padahal, siapa tahu di rumahnya, si
A dikenal sebagai orang yang menjengkelkan, atau
memiliki kepribadian yang aneh. Who knows?
Di sini, yang terjadi sebenarnya yaitu, Anda membesar-
besarkan ( exaggerate ) penilaian Anda mengenai si A. Anda
tidak mengetahui kondisi si A yang sebenarnya. Tetapi,
lewat gambar ideal tentang si A, Anda menilai A sebagai
orang yang sempurna, tanpa cacat.
Nah, penilaian Anda yang terlalu tinggi mengenai si A
inilah yang membuat Anda ciut. Bagaimana tidak? Anda
membandingkan diri Anda yang sebenarnya, diri Anda yang
apa adanya, tidak kurang dan tidak lebih dengan si A,
yang penilaian Anda tentangnya Anda besar-besarkan.
Tentu saja, perbandingan ini tidak seimbang.
Nah, sekarang, bagaimana cara mengatasi hal di atas?
bagaimana cara menyeimbangkan perbandingan antara
Anda dengan orang lain? Untuk mengetahuinya, yuk, kita
simak uraian selanjutnya.
Manusiakan orang lain
Dari uraian di atas, kita tahu bahwa kita merasa inferior
dibanding orang lain karena kita membayangkan orang lain
dengan bayangan yang hebat-hebat. Kita menilai orang
lain sebagai orang yang unggul, sempurna, tanpa cacat.
Dengan bayangan itu, tentu saja hati kita ciut saat kita
membandingkan diri kita dengan mereka.
Nah, untuk membebaskan diri kita dari perasaan inferior,
bayangkanlah orang lain sebagaimana mereka adanya.
“Bagaimana cara membayangkan mereka sebagaimana
mereka adanya? Kan, saya tidak tahu aslinya mereka
seperti apa,” mungkin demikian pertanyaan Anda.
Hmm, Anda tidak perlu bingung. Yang harus Anda lakukan
yaitu memanusiakan mereka; Memperlakukan mereka
sebagai manusia, yang memiliki kelebihan, tetapi tidak
luput dari kekurangan.
Anda inferior ketika membandingkan diri Anda dengan
orang lain karena Anda menganggap orang lain sebagai
dewa, yang hebat, yang tidak memiliki kekurangan. Nah,
untuk itu, yang harus Anda lakukan supaya perasaan
inferior itu lenyap, anggap/nilailah orang lain sebagai
manusia biasa, yang punya kelebihan dan kekurangan.
Dengan begitu, perbandingan seimbang. Katakan pada diri
Anda sendiri (ketika tiba-tiba Anda membandingkan diri
Anda dengan orang lain) bahwa ia (orang lain) memiliki
kekurangan yang tidak Anda ketahui. “Wah, dia benar-
benar hebat, berbakat. Pantas dia diangkat menjadi
manajer. Tapi, siapa tahu, di rumahnya, ia sangat
menjengkelkan. Siapa tahu, dia sebenarnya memendam
ketakutan menjadi seorang manajer. Namanya juga
manusia, mana ada yang sempurna?”
Apa yang kita lihat seringkali menipu
Prinsip yang perlu Anda tanamkan di dalam diri Anda yaitu
bahwa apa yang Anda lihat tidaklah mencerminkan
keadaan yang sebenarnya.
Prinsip ini telah terbukti. Banyak orang mengidam-
idamkan kekasihnya, memandang kekasihnya sebagai
orang yang sempurna tanpa cacat. Tetapi, ketika mereka
menikahi sang kekasih, tinggal serumah dengan kekasih
mereka, mereka pun mulai melihat wujud asli sang
kekasih. Mereka mulai melihat kekurangan sang kekasih.
Hal yang sama juga dialami oleh para fans/penggemar
sosok idola tertentu. Mereka diberi kesempatan untuk
menghabiskan waktu selama satu minggu dengan
idolanya. Mereka, yang tadinya memuja-muja sang idola,
niscaya kecewa karena mengetahui ternyata penilaian
mereka selama ini tentang sang idola tidak seperti realitas
yang sebenarnya. Menghabiskan waktu dengan sang idola
membuat mereka sadar bahwa ternyata sosok yang
mereka idolakan tidaklah sesempurna yang mereka kira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar