Selasa, 02 Oktober 2018

Wondering ?

Penyelesaian, Ikhlas, tidak mempercayai hal tersebut, distorsi pikiran, lihat sisi positifnya, manfaat

Mengapa bekerja itu harus melelahkan ? Ujian

Bukan masalah bekerja harus melelahkan atau tidak, tetapi kita harus tetap menghasilkan uang, hanya saja posisi kita saat ini ada pada bidang pekerjaan yang melelahkan ,karena ada saja sesuatu yang menghasilkan uang tapi tidak melelahkan.

Pengertian Ikhlas

   

PENGERTIAN IKHLAS

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam telah bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.

Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk.

Al ‘Izz bin Abdis Salam berkata : “Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”.

Al Harawi mengatakan : “Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda.” Yang lain berkata : “Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi”.

Abu ‘Utsman berkata : “Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq (Allah)”.

Abu Hudzaifah Al Mar’asyi berkata : “Ikhlas ialah, kesesuaian perbuatan seorang hamba antara lahir dan batin”.

Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya”.[1]

Ikhlas ialah, menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, seperti kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau karena mencari harta rampasan perang, atau agar dikatakan sebagai pemberani ketika perang, karena syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, agar mendapat tempat di hati orang banyak, mendapat sanjungan tertentu, karena kesombongan yang terselubung, atau karena alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang intinya bukan karena Allah, tetapi karena sesuatu; maka semua ini merupakan noda yang mengotori keikhlasan.

Landasan niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata. Setiap bagian dari perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak, dan apabila hati kita bergantung kepadanya, maka kemurniaan amal itu ternoda dan hilang keikhlasannya. Karena itu, orang yang jiwanya terkalahkan oleh perkara duniawi, mencari kedudukan dan popularitas, maka tindakan dan perilakunya mengacu pada sifat tersebut, sehingga ibadah yang ia lakukan tidak akan murni, seperti shalat, puasa, menuntut ilmu, berdakwah dan lainnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai tempat kemuliaanNya.

SULITNYA MEWUJUDKAN IKHLAS
Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang jahil. Para ulama yang telah meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas di dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah.

Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,”Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku.” [2]

Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a:

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu.

Lalu seorang sahabat berkata,”Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya, karena sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-balikan hati sekehendakNya. [HR Ahmad, VI/302; Hakim, I/525; Tirmidzi, no. 3522, lihat Shahih At Tirmidzi, III/171 no. 2792; Shahih Jami’ush Shagir, no.7987 dan Zhilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah, no. 225 dari sahabat Anas].

Yahya bin Abi Katsir berkata,”Belajarlah niat, karena niat lebih penting daripada amal.” [3]

Muththarif bin Abdullah berkata,”Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal bergantung kepada kebaikan niat.” [4]

Pernah ada orang bertanya kepada Suhail: “Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?” Ia menjawab,”Ikhlas, sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas.” [5]

Dikisahkan ada seorang ‘alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada para jama’ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain. [6]

Yusuf bin Husain Ar Razi berkata,”Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, seolah-olah timbul riya, dengan warna lain.” [7]

Ada pendapat lain, ikhlas sesaat saja merupakan keselamatan sepanjang masa, karena ikhlas sesuatu yang sangat mulia. Ada lagi yang berkata, barangsiapa melakukan ibadah sepanjang umurnya, lalu dari ibadah itu satu saat saja ikhlas karena Allah, maka ia akan selamat.

Masalah ikhlas merupakan masalah yang sulit, sehingga sedikit sekali perbuatan yang dikatakan murni ikhlas karena Allah. Dan sedikit sekali orang yang memperhatikannya, kecuali orang yang mendapatkan taufiq (pertolongan dan kemudahan) dari Allah. Adapun orang yang lalai dalam masalah ikhlas ini, ia akan senantiasa melihat pada nilai kebaikan yang pernah dilakukannya, padahal pada hari kiamat kelak, perbuatannya itu justru menjadi keburukan. Merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللهِ مَالَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَاكَسَبُوا وَحَاقَ بِهِم مَّاكَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِءُونَ

Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.Dan jelaslah bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat … [Az Zumar : 47-48]

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Katakanlah:”Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al Kahfi : 103-104].[8]

Bila Anda melihat seseorang, yang menurut penglihatan Anda telah melakukan amalan Islam secara murni dan benar, bahkan boleh jadi dia juga beranggapan seperti itu. Tapi bila Anda tahu dan hanya Allah saja yang tahu, Anda mendapatkannya sebagai orang yang rakus terhadap dunia, dengan cara berkedok pakaian agama. Dia berbuat untuk dirinya sendiri agar dapat mengecoh orang lain, bahwa seakan-akan dia berbuat untuk Allah.

Ada lagi yang lain, yaitu beramal karena ingin disanjung, dipuji, ingin dikatakan sebagai orang yang baik, atau yang paling baik, atau terbetik dalam hatinya bahwa dia sajalah yang konsekwen terhadap Sunnah, sedangkan yang lainnya tidak.

Ada lagi yang belajar karena ingin lebih tinggi dari yang lain, supaya dapat penghormatan dan harta. Tujuannya ingin berbangga dengan para ulama, mengalahkan orang yang bodoh, atau agar orang lain berpaling kepadanya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang itu dengan ancaman, bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam neraka jahannam. Nasalullaha As Salamah wal ‘Afiyah. [9]

Membersihkan diri dari hawa nafsu yang tampak maupun yang tersembunyi, membersihkan niat dari berbagai noda, nafsu pribadi dan duniawi, juga tidak mudah. memerlukan usaha yang maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi setan ke dalam jiwa, membersihkan hati dari unsur riya’, kesombongan, gila kedudukan, pangkat, harta untuk pamer dan lainnya.

Sulitnya mewujudkan ikhlas, dikarenakan hati manusia selalu berbolak-balik. Setan selalu menggoda, menghiasi dan memberikan perasaan was-was ke dalam hati manusia, serta adanya dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh berbuat jelek. Karena itu kita diperintahkan berlindung dari godaan setan. Allah berfirman, yang artinya : Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al A’raf : 200].

Jadi, solusi ikhlas ialah dengan mengenyahkan pertimbangan-pertimbangan pribadi, memotong kerakusan terhadap dunia, mengikis dorongan-dorongan nafsu dan lainnya.

Dan bersungguh-sunguh beramal ikhlas karena Allah, akan mendorong seseorang melakukan ibadah karena taat kepada perintah Allah dan Rasul, ingin selamat di dunia-akhirat, dan mengharap ganjaran dari Allah.

Upaya mewujudkan ikhlas bisa tercapai, bila kita mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jejak Salafush Shalih dalam beramal dan taqarrub kepada Allah, selalu mendengar nasihat mereka, serta berupaya semaksimal mungkin dan bersungguh-sungguh mengekang dorongan nafsu, dan selalu berdo’a kepada Allah Ta’ala.

HUKUM BERAMAL YANG BERCAMPUR ANTARA IKHLAS DAN TUJUAN-TUJUAN LAIN
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin menjelaskan tentang seseorang yang beribadah kepada Allah, tetapi ada tujuan lain. Beliau membagi menjadi tiga golongan.

Pertama : Seseorang bermaksud untuk taqarrub kepada selain Allah dalam ibadahnya, dan untuk mendapat sanjungan dari orang lain. Perbuatan seperti membatalkan amalnya dan termasuk syirik, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِي غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ

Aku tidak butuh kepada semua sekutu. Barangsiapa beramal mempersekutukanKu dengan yang lain, maka Aku biarkan dia bersama sekutunya. [HSR Muslim, no. 2985; Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah].

Kedua : Ibadahnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan duniawi, seperti ingin menjadi pemimpin, mendapatkan kedudukan dan harta, tanpa bermaksud untuk taqarrub kepada Allah. Amal seperti ini akan terhapus dan tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. [Hud : 15-16].

Perbedaan antara golongan kedua dan pertama ialah, jika golongan pertama bermaksud agar mendapat sanjungan dari ibadahnya kepada Allah; sedangkan golongan kedua tidak bermaksud agar dia disanjung sebagai ahli ibadah kepada Allah dan dia tidak ada kepentingan dengan sanjungan manusia karena perbuatannya.

Ketiga : Seseorang yang dalam ibadahnya bertujuan untuk taqarrub kepada Allah sekaligus untuk tujuan duniawi yang akan diperoleh. Misalnya :

•- Tatkala melakukan thaharah, disamping berniat ibadah kepada Allah, juga berniat untuk membersihkan badan.
•- Puasa dengan tujuan diet dan taqarrub kepada Allah.
•- Menunaikan ibadah haji untuk melihat tempat-tempat bersejarah, tempat-tempat pelaksaan ibadah haji dan melihat para jamaah haji.

Semua ini dapat mengurangi balasan keikhlasan. Andaikata yang lebih banyak adalah niat ibadahnya, maka akan luput baginya ganjaran yang sempurna. Tetapi hal itu tidak menyeret pada dosa, seperti firman Allah tentang jama’ah haji disebutkan dalam KitabNya:[10]

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki) dari Rabb-mu……[Al Baqarah : 198].

Namun, apabila yang lebih berat bukan niat untuk beribadah, maka ia tidak memperoleh ganjaran di akhirat, tetapi balasannya hanya diperoleh di dunia; bahkan dikhawatirkan akan menyeretnya pada dosa. Sebab ia menjadikan ibadah yang mestinya karena Allah sebagai tujuan yang paling tinggi, ia jadikan sebagai sarana untuk mendapatkan dunia yang rendah nilainya. Keadaan seperti itu difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا مِنْهَآ إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang pembagian zakat, jika mereka diberi sebagian darinya mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta mereka menjadi marah. [At Taubah : 58].

Dalam Sunan Abu Dawud [11], dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ada seseorang bertanya: “Ya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Seseorang ingin berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingin mendapatkan harta (imbalan) dunia?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidak ada pahala baginya,” orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salalm menjawab,”Tidak ada pahala baginya.”

Di dalam Shahihain (Shahih Bukhari, no.54 dan Shahih Muslim, no.1907), dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا ، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَىمَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Barangsiapa hijrahnya diniatkan untuk dunia yang hendak dicapainya, atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya, maka nilai hijrahnya sesuai dengan tujuan niat dia berhijrah.

Apabila ada dua tujuan dalam takaran yang berimbang, niat ibadah karena Allah dan tujuan lainnya beratnya sama, maka dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama. Pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran ialah, bahwa orang tersebut tidak mendapatkan apa-apa.

Perbedaan golongan ini dengan golongan sebelumnya, bahwa tujuan selain ibadah pada golongan sebelumnya merupakan pokok sasarannya, kehendaknya merupakan kehendak yang berasal dari amalnya, seakan-akan yang dituntut dari pekerjaannya hanyalah urusan dunia belaka.

Apabila ditanyakan “bagaimana neraca untuk mengetahui tujuan orang yang termasuk dalam golongan ini, lebih banyak tujuan untuk ibadah atau selain ibadah?”

Jawaban kami: “Neracanya ialah, apabila ia tidak menaruh perhatian kecuali kepada ibadah saja, berhasil ia kerjakan atau tidak. Maka hal ini menunjukkan niatnya lebih besar tertuju untuk ibadah. Dan bila sebaliknya, ia tidak mendapat pahala”.

Bagaimanapun juga niat merupakan perkara hati, yang urusannya amat besar dan penting. Seseorang, bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa jatuh ke derajat yang paling bawah disebabkan dengan niatnya.

Ada seorang ulama Salaf berkata: “Tidak ada satu perjuangan yang paling berat atas diriku, melainkan upayaku untuk ikhlas. Kita memohon kepada Allah agar diberi keikhlasan dalam niat dan dibereskan seluruh amal” [12].

IKHLAS ADALAH SYARAT DITERIMANYA AMAL
Di dalam Al Qur`an dan Sunnah banyak disebutkan perintah untuk berlaku ikhlas, kedudukan dan keutamaan ikhlas. Ada disebutkan wajibnya ikhlas kaitannya dengan kemurnian tauhid dan meluruskan aqidah, dan ada yang kaitannya dengan kemurnian amal dari berbagai tujuan.

Yang pokok dari keutamaan ikhlas ialah, bahwa ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Sesungguhnya setiap amal harus mempunyai dua syarat yang tidak akan di terima di sisi Allah, kecuali dengan keduanya. Pertama. Niat dan ikhlas karena Allah. Kedua. Sesuai dengan Sunnah; yakni sesuai dengan KitabNya atau yang dijelaskan RasulNya dan sunnahnya. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka amalnya tersebut tidak bernilai shalih dan tertolak, sebagaimana hal ini ditunjukan dalam firmanNya:

وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb- nya. [Al Kahfi : 110].

Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar menjadikan amal itu bernilai shalih, yaitu sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Dia memerintahkan agar orang yang mengerjakan amal shalih itu mengikhlaskan niatnya karena Allah semata, tidak menghendaki selainNya.[13]

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsir-nya [14]: “Inilah dua landasan amalan yang diterima, ikhlas karena Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”.

Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata,”Bagaimanakah pendapatmu (tentang) seseorang yang berperang demi mencari upah dan sanjungan, apa yang diperolehnya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah.

Kerja Keras Tapi Tidak Berkembang
JULY 6, 2011
(Last Updated On: July 28, 2017)
Tak Cukup Dengan Kerja Keras

Banyak orang yang terus kerja keras setiap hari, namun dia tidak berkembang. Dia bekerja di sebuah perusahaan, bisa bertahan pun sudah bagus, bahkan dia harus kerja keras hanya untuk bertahan. Namun setelah sekian tahun, jabatannya tidak juga naik. Kalau pun gaji naik, hanya naik tahunan yang besarnya hanya mengimbangi inflasi.

Ada juga, yang kerja keras berdagang atau berbisnis. Dari dulu, usahanya begitu-begitu saja. Penghasilannya tidak berjembang, usahanya tidak nambah maju. Bahkan sekedar untuk mendapatkan untung setiap hari pun harus kerja keras.

Sementara, ada orang yang belum begitu lama bekerja, jabatannya cepat naik. Kalau pun dia pindah kerja, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya. Begitu juga, ada seorang penjual bakmi, kemudian punya dua gerobak, 3 gerobak, bahkan sampai ratusan gerobak. Dia berubah dari seorang penjual bakmi menjadi juragan bakmi.

Apa yang membedakannya? Mereka sama-sama kerja keras, tetapi memberikan hasil yang berbeda.

Ya, mungkin, bagi Anda yang pernah mendengar istilah kerja cerdas, Anda akan berteriak mengatakan bahwa kita juga harus kerja cerdas selain kerja keras. Pertanyaanya, apa itu kerja cerdas dan bagaimana caranya agar bisa kerja cerdas?

Kerja Keras + Kerja Cerdas

Saya setuju, jika Anda ingin berkembang, maka selain Anda kerja keras, Anda harus kerja cerdas juga. Tidak salah satu, harus keduanya. Kerja keras saja tidak akan menjadikan Anda berkembang, kerja cerdas saja akan menjadikan Anda kalah oleh orang lain yang memiliki keduanya. Silahkan baca artikel sebelumnya: Kerja Keras atau Kerja Cerdas

Kerja Keras Adalah…

Kerja keras adalah saat Anda bekerja mengoptimalkan semua kekuatan fisik dan waktu yang Anda miliki untuk bekerja. Jika dilihat definisi sederhana ini, saya melihat banyak orang Indonesia, saudara-saudara kita yang merupakan pekerja keras. Bahkan kegigihan mereka dalam bekerja membuat saya salut.

Artinya, meski banyak yang malas, masih ada saudara kita yang selalu banting tulang, kerja keras untuk menghidupi keluarganya bahkan kerja keras juga agar bisa menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi. Mereka bangun pagi-pagi sekali dan pulang malam bekerja keras demi keluarganya. Ini adalah gambaran, bahwa sebenarnya banyak yang memiliki potensi maju.

Namun, seperti dijelaskan diatas, bahwa kerja keras saja tidak cukup. Apalagi yang tidak mau kerja keras, parah dech.

Kerja Keras Membutuhkan Energi

Agar Anda bisa kerja keras, Anda membutuhkan energi yang memadai. Pada dasarnya, tubuh manusia akan sanggup untuk bekerja keras, dengan kerja keras luar biasa. Syaratnya ialah memiliki tubuh yang sehat. Untuk itulah agar Anda bisa terus bekerja keras, dalam rangka beribadah dan juga untuk orang-orang yang Anda sayangi, maka Anda harus menjaga kesehatan Anda. Makan yang bergizi, rajin olah raga, tidak merokok, tidak bergadang, dan istirahat yang cukup.

Tingkatkan Juga Motivasi Anda

Ternyata bukan hanya kesehatan fisik yang diperlukan, agar bisa kerja keras, kita harus memiliki kekuatan mental juga. Banyak orang yang yang badannya sehat dan kekar, tetapi malas, tidak mau bekerja keras karena motivasinya kurang. Untuk itu, kita harus terus meningkatkan dan menjaga motivasi kita. Silahkan miliki video Instant Motivation Weapon untuk meningkatkan dan menjaga motivasi Anda.

Kerja Cerdas Adalah…

Satu definisi kerja cerdas sudah saya bahas pada artikel Kerja Keras atau Kerja Cerdas, yaitu orang yang mampu memanfaatkan potensinya dengan prinsip daya ungkit. Seorang penjual bakmi, menjadikan gerobak yang dia miliki sebagai daya ungkit untuk mendapatkan gerobak yang kedua dan seterusnya.

Kerja cerdas juga adalah orang yang memiliki kecerdasan untuk memilih pekerjaan mana yang akan menghasilkan dan pekerjaan mana yang kurang menghasilkan. Menurut hukum pareto, 80% hasil didapatkan dari 20% pekerjaan. Orang yang kerja cerdas akan mampu memilih 20% pekerjaan terbaiknya. Jika Anda mampu melakukan hal ini, produktivitas Anda akan naik sampai 400% atau 4 kali lipat. Silahkan baca artikel saya sebelumnya: Produktivitas 4 Kali Lipat

Kerja cerdas juga adalah cerdas menghasilkan ide brilian yang bisa digunakan untuk mengatasi masalahnya dan menghasilkan ide brilian untuk kemajuan bisnis dan karirnya. Dia tidak terpaku dengan satu cara saja, tidak cepat menyerah karena bingung, tidak atau berhenti meski tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia terus memikirkan bagaimana menghasilkan ide brilian untuk kehidupannya.

Sampai saat ini ada 3 kualitas diri jika Anda ingin bekerja cerdas, yaitu cerdas menggunakan daya ungkit, cerdas mengelola pekerjaan, dan cerdas menghasilkan ide brilian. Masih ada kualitas lain? Tunggu saja pada artikel selanjutnya. Untuk saat ini, Anda bisa miliki ketiga kualitas ini dulu.

Kesimpulan

Kerja keras saja tidak cukup. Artikel ini menjelaskan bagaimana pentingnya pengembangan diri, tidak hanya bekerja keras. Anda harus menjadi pribadi yang lebih baik, untuk mendapatkan yang lebih baik.

Jika Anda merasa sudah kerja keras, namun tidak juga berkembang, tidak juga maju, atau Anda menghabiskan waktu untuk mengatasi masalah, maka selain kerja keras, Anda harus kerja cerdas juga.

Bekerja Keras Tidak Berarti Menghasilkan Kesuksesan
Jun 24, 2018  Artikel, Motivasi Diri  0

Salah satu nasehat kehidupan yang didengar oleh anak muda adalah, ” Jika kamu ingin sukses dan mendapatkan kedudukan di kehidupanmu, kamu harus bekerja keras.” Nasehat ini berarti untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus harus bekerja keras dan melakukan yang terbaik.

Banyak anak muda yang melakukan hal tersebut. Mereka sungguh-sungguh bekerja dan berusaha dengan keras, terkadang bekerja dengan jam yang panjang dan juga diakhir pekan. Mereka yakin bahwa keberhasilan memerlukan kerja keras, dan mereka bersedia bekerja sekeras mungkin sehingga mereka dapat meraih sukses.

Ketika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, banyak yang berpikir hal ini dikarenakan mereka tidak bekerja keras, jadi mereka mulai bekerja dengan lebih keras. Banyak orang diusia 40-an dan 50-an mengambil pekerjaan kedua. Tentu saja lebih banyak pekerjaan yang anda lakukan dengan dua pekerjaan daripada memiliki satu pekerjaan. Ini adalah benar-benar kerja lebih keras.

Saya teringat seseorang berkata, “Belajar bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras.” Nasehat yang bagus.

Saya tidak menentang kerja keras. Saya menikmati kerja keras, menumpahkan semua upaya dan energi kedalam tugas yang dilakukan. Dan memang benar jika anda ingin berhasil, anda harus bekerja keras. Tapi, lihat sekeliling anda, adalah bukti bahwa orang yang bekerja keras sepanjang hidupnya tidak memiliki waktu untuk beristirahat.

Banyak orang yang telah bekerja keras sepanjang hidupnya sekarang berjuang untuk menopang dirinya. Jadi, mereka masih melakukan pekerjaan. Saya yakin, lebih dari 60 orang yang anda lihat, bekerja di restaurant, atau supermarket, bukanlah pilihan mereka untuk berada disana. Namun mereka telah bekerja keras sepanjang hidup mereka. Apa yang terjadi?

Adakah isu yang lebih dalam yang dipertimbangkan? Sudah jelas bahwa hanya dengan bekerja keras tidak akan membuat anda berhasil. Memang benar; bekerja lebih cerdas akan sangat bermanfaat. Namun, sesuatu yang sangat vital atau penting sering terlewatkan.

Gambaran yang anda bawa dalam hidup akan menentukan langkah dalam hidup anda. Jika anda tidak memiliki sasaran, keinginan atau hasrat yang jelas dan spesifik, anda akan mengalami kesulitan dikemudian hari.

Ya, kita bekerja keras agar berhasil, namun kita juga harus memilih untuk menjadi sukses. Ini adalah sebuah keputusan. Upaya yang dengan sadar dilakukan. Memerlukan disiplin mental. Merupakan mindset yang sangat penting.

Pemikirian kita perlu dievaluasi secara konsisten dan kemudian mengganti pemikiran tersebut saat diperlukan.

Diperlukan tujuan dan keinginan yang spesifik yang harus kita kejar. Semua ada ditangan kita untuk mengevaluasi dan mem-formula ulang tujuan dan keinginan tersebut ketika hidup mengalami perubahan.

Masih banyak hal yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan daripada tiba di tempat kerja dan bekerja keras sepanjang hari!

Sebagai tambahan, kita harus ingat bahwa pikiran negatif akan menghasilkan kekalahan. Ketakutan dan kekhawatiran akan mengakibatkan kegagalan.

Melalui pikiran positif dan proses pikiran, akan memberikan kita ide-ide kesuksesan. Ketika kita memusatkan pikiran pada apa yang kita inginkan, peluang menjadi nampak jelas bagi kita. Ini adalah bagian besar dari “bekerja dengan lebih cerdas”.

Bekerja di sebuah perusahaan dan kemudian pensiun dengan uang pensiun yang memadai sudah menjadi hal yang usang. Tetap bekerja di tempat yang sama dengan jangka waktu yang lama adalah hal yang baru. Dan keamanan sosial tidak memberikan dana yang cukup bagi anda, bahkan ketika anda pensiun.

Jadi, bekerja keras untuk pekerjaan anda, namun bekerja lebih keras lagi dengan otak anda. Tetap fokus pada apa yang anda inginkan dalam hidup, pada hal-hal yang anda ingin lihat terjadi, dan kemudian bertindak untuk mencapainya.

Cari peluang yang menghampiri anda. Cari lebih banyak ide untuk keberhasilan pribadi.

Oleh: Michael A. Verdicchio

Sumber: http://www.lead

Tidak ada komentar:

Posting Komentar