Selasa, 16 Agustus 2016

Your wish.


Hayang aya batur ngobrol. Cari kerjaan.


Urang embung ngalakukeun sesuatu hal anu eweuh manfaatna jang urang.

Khazanahalquran.com – Dalam 30 Juz Al-Qur’an, firman Allah selalu didahului dengan Nama-Nya. Bismillah, dengan Nama Allah selalu menghiasi awal dari surat-surat Al-Qur’an. Dan bagaimana Allah mengakhiri firman-Nya dalam Al-Qur’an? Dia mengakhirinya dengan An-Nas yang memiliki arti manusia. Demikian erat hubungan antara Allah dengan manusia hingga Allah mengawali Al-Qur’an dengan Nama-Nya dan mengakhirinya dengan manusia. Kali ini kita akan mempelajari suatu hal yang harus diketahui oleh seorang manusia. Imam Ja’far As-Shodiq pernah berkata,

“Kutemukan ilmu manusia seluruhnya hanya terangkum dalam 4 hal,

Mengenal tuhannyaMengetahui apa yang diperbuat Tuhan kepadanya.Mengetahui apa yang diinginkan Tuhan darinya.Mengetahui apa saja yang memalingkannya dari agama.”

Mungkin dibenak kita telah terbersit, mengapa Allah menyuruh kita solat, puasa, menjalankan kewajiban yang lain? Mengapa Allah melarang kita dengan berbagai macam larangan? Apa yang sebenarnya di inginkan Allah dari manusia?

Kali ini kita akan fokus kepada satu pengetahuan yang harus kita pahami menurut Imam Ja’far Shodiq. Suatu pertanyaan yang harus terjawab secara utuh. Apa yang di inginkan Allah dari hamba-Nya?

Allah swt menginginkan sesuatu dari hamba-Nya padahal Dia tidak membutuhkan apapun dari seorang hamba. Kita semua meyakini bahwa Allah tidak butuh dengan ibadah kita. Imam Ali dalam khutbahnya ketika berbicara tentang Allah swt, beliau berkata,

“(Allah) Tidak mendapat manfaat sedikitpun dari seorang yang taat dan tidak mendapat kerugian sedikitpun dari hamba yang bermaksiat.”

إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ -٧-

“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu.”(Az-Zumar 6)

 

Jika Allah tidak butuh apapun dari manusia, lalu apa yang diinginkan dari hamba-Nya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali pada tujuan manusia diciptakan. Dalam Hadist Qudsi-Nya, Allah berfirman,

“Hamba-Ku, Ku Ciptakan segala sesuatu untukmu dan Ku Ciptakan engkau untuk-Ku”

“Wahai Daud, katakan pada hamba-Ku ! Ku Ciptakan mereka tidak untuk memperoleh keuntungan, tapi agar mereka mengambil keuntungan dari-Ku.”


 

Jika kita melihat tujuan penciptaan didalam Al-Qur’an, akan kita temukan ayat yang sering telah kita hafal bersama, Allah berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ -٥٦-

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat 56)

 

Ya, tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah. Ibadah bukan hanya berbentuk ritual semata. Perlu kita ingat bahwa setiap perbuatan yang dilandasi dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, maka itu juga termasuk ibadah. Termasuk makan, minum, mencari nafkah, semua itu bisa menjadi ibadah dan mendapatkan pahala di sisi Allah.

Tapi ibadah bukanlah tujuan akhir. Kita akan temukan tujuan yang lebih jauh dari ibadah ketika Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ -٢١-

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhan-mu yang telah Menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”(Al-Baqarah 21)

Bahkan ketika Allah mewajibkan ibadah puasa, ada tujuan lain dibalik ibadah itu. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ -١٨٣-

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah 183)

 

Takwa adalah tujuan selanjutnya dibalik ibadah. Allah memerintahkan kita untuk beribadah agar kita mencapa derajat takwa. Lalu apa untungnya jika kita telah bertakwa?

Butuh kajian khusus untuk membahas takwa, secara singkat kita akan mengutip satu ayat dari Allah swt yang menjelaskan tentang keuntungan dari takwa. Allah berfirman,

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً -٢- وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ -٣-

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Membukakan jalan keluar baginya, Dan Dia Memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (At-Thalaq 2)

 

Namun takwa juga bukan tujuan akhir dari penciptaan. Ada tujuan akhir dibalik ketakwaan. Ketika Allah menyuruh manusia untuk beribadah agar mereka bertakwa, Allah menginginkan sesuatu dari mereka. Dan tujuan akhir dibalik ketakwaan itu adalah kesuksesan manusia itu sendiri. Allah berfirman,

وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ -١٨٩-

“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Al-Baqarah 189)

وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ -١٣٠-

“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Ali Imran 130)

فَاتَّقُواْ اللّهَ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ -١٠٠-

“Maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.” (Al-Ma’idah 100)

Tujuan akhir dari penciptaan manusia kembali kepada diri mereka sendiri. Apa yang diinginkan Allah dari hamba-Nya?

Allah ingin mereka menjadi orang yang sukses. Allah ingin melihat hamba-Nya mencapai kesempurnaan. Keinginan Allah ini tidak untuk menguntungkan Diri-Nya sama sekali. Semua yang di inginkan Allah dari hamba-Nya murni untuk keuntungan mereka sendiri.

Pemahaman ini begitu penting karena kita tidak akan pernah merasa terbebani dengan segala aturan Allah swt setelah meyakini hal ini. Mengapa?

Karena semua yang kita lakukan akan kembali pada diri kita sendiri. Sekecil apapun kebaikan akan kita nikmati dan sekecil apapun keburukan akan kita pertanggung jawabkan.

Namun kesuksesan itu begitu samar. Setiap kepala memiliki arti kesuksesan yang berbeda-beda. Teringat ketika tukang sihir Fir’aun hendak melawan Nabi Musa as, apa arti kesuksesan yang ada di pikiran mereka?

وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلَى -٦٤-

“Dan sungguh beruntung orang yang menang pada hari ini.” (Thaha 64)

Kesuksesan bagi mereka adalah menang melawan musa dan mendapat kedudukan tinggi di sisi Raja. Namun, apa kesuksesan yang sebenarnya menurut Al-Qur’an? Apakah Allah menginginkan manusia mencampakkan dunia dan hanya mendapat kesuksesan di akhirat? Siapa sebenarnya orang yang sukses itu?

Khazanahalquran.com – Secara ringkas kita telah sebutkan orang-orang sukses menurut Al-Qur’an dalam hikmah Siapakah Orang Sukses menurut Penciptanya.

Namun kali ini kita akan fokus pada syarat utama bagi seseorang yang ingin mencapai kesuksesan. Syarat yang paling wajib bagi manusia yang hendak menapaki jalan kesempurnaan.

Dalam bagian sebelumnya kita telah sadar bahwa yang Allah inginkan dari manusia adalah kesuksesan mereka sendiri. Yaitu sampainya seorang hamba kepada kesempurnaan. Allah sama sekali tidak mengaharapkan apapun untuk keuntungan Diri-Nya.

Namun, bagaimana seorang hamba bisa meraih kesuksesan? Allah swt berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّى -١٤-

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri.” (Al-A’la 14)

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا -٩-

“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).” (As-Syams 9)

 

Ya, orang sukses adalah orang yang mensucikan dirinya. Karena penyucian diri adalah syarat utama bagi seorang yang menaiki tangga kesempurnaan. Ketika hati masih kotor, msutahil dia akan mendekat pada kesempurnaan yang suci. Semua perintah dan larangan Allah itu bertujuan untuk mengantarkan manusia pada kesempurnaan. Akankah dia akan sempurna jika hatinya penuh dengan noda dan dosa?

Bahkan salah satu tugas penting dari para nabi adalah mensucikan jiwa umatnya. Karena nabi diutus untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan. Dan salah satu fase terpenting untuk menjadi sempurna adalah penyucian diri.

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ -٢-

“Dia-lah yang Mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah.” (Jumu’ah 2)

Selain itu, tidak ada surat didalam Al-Qur’an yang menyebutkan sumpah sebanyak Surat As-Syams. Surat ini didahului 7 sumpah. Dan ternyata, semua sumpah itu untuk menekankan betapa beruntungnya seorang yang mensucikan diri.

وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا -١- وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا -٢- وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا -٣- وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا -٤- وَالسَّمَاء وَمَا بَنَاهَا -٥- وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا -٦- وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا -٧- فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا -٨- قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا -٩-

“Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya (gelap gulita), demi langit serta pembinaannya (yang menakjubkan), demi bumi serta penghamparannya, demi jiwa serta penyempurnaan(ciptaan)nya, maka Dia Mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).” (As-Syams 1-9)

 

Dengan sifat Pengasih dan Penyayangnya, Allah ingin melihat hambanya berhasil, sukses dan sempurna. Berada dalam kenikmatan abadi di surga. Tapi apakah Allah hanya ingin kita sukses ketika di akhirat saja?

Banyak orang berpikir bahwa islam adalah agama yang fokus kepada akhirat saja. Dia secara tidak sadar telah mendzolimi islam itu sendiri. Seakan akan pengikut islam itu pasti akan tertindas, miskin dan hidupnya tidak enak karena yang dipikirkan hanya kehidupan akhirat saja.

Sungguh tidak demikian ! Allah tidak hanya ingin hamba-Nya sukses di akhirat. Dia ingin melihat hambanya sukses di dunia sampai di akhirat. Coba perhatikan, apa janji Allah bagi manusia yang memilih jalan kebaikan,

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ -٩٧-

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami Berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akanKami Beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(An-Nahl 97)

Dalam ayat ini, Allah menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan balasan yang berlipat di akhirat ketika seorang memilih jalan keimanan dan berbuat baik. Islam bukan agama ritual saja yang menghabiskan umur hanya didalam Mihrob. Islam sangat memperhatikan kehidupan dunia, walaupun selalu di ingatkan bahwa kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.

Silahkan menikmati kenikmatan dunia dan mencapai kesuksesan di dalamnya. Karena tolak ukur kesuksesan adalah seberapa dekat seorang hamba kepada Allah swt. Dan kedekatan itu mustahil diraih tanpa kesucian hati. Sesuatu yang kotor tidak bisa mendekat kepada Sumber Kesucian.

Karenanya, seorang yang berpaling dari Allah swt tidak akan mencapai kesuksesan walaupun itu di dunia. Dia tidak akan memiliki kebahagiaan dan ketenangan hati. Allah berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً-١٢٤-

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit.” (Thaha 123)

Garasi yang dipenuhi mobil mewah, rekening berisi milyaran rupiah dan jabatan setinggi apapun tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Berapa banyak orang yang bunuh diri di puncak karir kehidupannya?

Bukan disitu letak kebahagiaan. Ia ada didalam hati. Dan hati itu tidak akan pernah bahagia sebelum kita serahkan pada pemilik sebenarnya.

أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ -٢٨-

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d 28)

 

Apa yang Allah inginkan dari kita?

Dia hanya ingin kita sukses di dunia sampai kelak di akhirat. Dan orang yang berpaling dari-Nya sungguh telah mendzolimi dirinya sendiri. Kenapa?

Karena Allah telah memberi sarana dan fasilitas yang lengkap untuk mengantarkannya pada pintu kesuksesan. Akal yang sempurna diberikan, para nabi diutus untuk membimbing, Al-Qur’an dijaga agar tetap menjadi petunjuk. Semua itu disediakan untuk mengantar manusia pada kesuksesan dan kesempurnaan. Tapi masih ada saja yang menolak. Bukankah mereka telah mendzolimi diri mereka sendiri?

وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ-١-

“Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum -hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (At-Thalaq 1)

وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ-١١٠-

“Dan barangsiapa berbuat kejahatan atau menganiaya dirinya.” (An-Nisa’ 110)

 

Manusia telah berbuat jahat kepada dirinya sendiri. Sementara Allah swt tidak pernah sedikit pun mendzolimi hamba-Nya.

وَمَا اللّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِّلْعَالَمِينَ -١٠٨-

“Dan Allah tidaklah berkehendak menzalimi (siapa pun) di seluruh alam.” (Ali Imran 108)

وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِّلْعِبَادِ -٣١-

“Padahal Allah tidak menghendaki kezaliman terhadap hamba- hamba-Nya.” (Ghafir 31)

 

Apa yang Allah inginkan dari manusia? Setelah penjelasan panjang tadi, sebenarnya Allah menginginkan kemudahan bagi hamba-Nya. Allah berfirman,

يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ -١٨٥-

“Allah Menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak Menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah 185)

 

Sebenarnya agama ini tidaklah sulit. Jangan pernah menganggap agama membelenggu kita. Islam hanya membimbing kita untuk menjadi manusia sempurna. Hanya orang yang tidak memahami yang menganggap agama adalah beban. Bukankah Allah tidak pernah menentukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan hamba-Nya?

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا-٢٨٦-

“Tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah 286)

 

Bukankah Allah tidak pernah menyiksa sebelum memberi peringatan dan mengutus para nabi? Semua itu Allah lakukan agar manusia mencapai kesuksesan dunia akhirat. Dia tidak ingin merepotkan hamba-Nya dengan perintah dan larangan. Karena semua keuntungan hanya akan kembali kepada si hamba.

مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -٦-

“Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak Membersihkan kamu dan Menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Al-Ma’idah 6)

يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً -٢٨-

“Allah hendak Memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (An-Nisa’ 28)

 

Imam Muhammad Al-Baqir pernah berkata,

Demi Allah, Dia tidak mengingingkan sesuatu dari manusia kecuali 2 hal. (Dia menginginkan) agar manusia mensyukuri nikmat agar ditambah (kenikmatan itu) kepada mereka. Dan menyesali dosa-dosa agar (Allah) mengampuni mereka.”

Akhirnya, tidak akan sempurna iman seseorang sebelum ia rela dan tidak merasa keberatan dengan ketentuan Allah swt.

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً -٦٥-

“Maka demi Tuhan-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’ 65)

 

Mengapa kita menganggap agama ini beban padahal yang dihalalkan jauh lebih banyak dari yang diharamkan. Ingatkah anda ketika Nabi Adam berada di surga, Allah menghalalkan semuanya dan hanya mengharamkan satu buah saja.

Begitulah gambaran kehidupan dunia. Allah menghalalkan segala sesuatu dan mengharamkan sebagian kecil darinya tapi kita selalu merasa keberatan untuk meninggalkannya. Padahal semua hal yang dilarang itu karena akan membahayakan diri manusia sendiri.

Jika kita mau berpikir logis, dimana beban agama itu? Padahal sekecil apapun kebaikan akan kita nikmati sendiri.

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا -٧-

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (Al-Isra’ 7)

 

Kesimpulannya, Manusia diciptakan untuk beribadah ⇒ Ibadah bertujuan untuk menumbuhkan takwa ⇒ Dibalik ketakwaan ada kesuksesan ⇒ Dan puncaknya, Allah hanya ingin manusia mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.

Semoga dengan mengetahui apa yang diinginkan Allah dari manusia, kita tidak lagi merasa terbebani dengan aturan agama. Karena Syariat Allah ini hanya untuk keuntungan kita semata.

Khazanahalquran.com – Kata Sukses adalah kata yang multi tafsir. Setiap orang memiliki arti sendiri dalam melihat kesuksesan. Ada orang menganggap kesuksesan adalah memiliki harta yang banyak. Sementara yang lain menganggap jabatan tinggi adalah puncaknya. Ada lagi yang mengklaim bahwa kesuksesan adalah ketika hati kita tenang dan tentram. Sebenarnya apa arti sukses itu? Siapa yang layak disebut “orang sukses”?

Kita akan bertanya pada pencipta manusia. Melalui Al-Qur’an, kita akan mencari tau orang-orang sukses menurut Penciptanya.

Pertama, orang yang mengikuti Rasulullah saw.

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -١٥٧-

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang beruntung.”
(Al-A’raf 157)

 

Kedua, orang yang hanya memiliki dua kata dihadapan Rasulullah saw. Yaitu Sami’na wa Atho’na.

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٥١-

Hanya ucapan orang-orang Mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang- orang yang beruntung.
(An-Nur 51)

 

Ketiga, orang yang sukses menurut Al-Qur’an adalah orang yang beriman kepada Al-Qur’an dan meyakini Hari Akhir, rajin melaksanakan solat dan membagi hartanya dengan orang lain.

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ -٣- والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ -٤- أُوْلَـئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٥-

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami Berikan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada (al-Quran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhan-nya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Al-Baqarah 3-5)

 

Ke-Empat, orang yang selalu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran (Amar Ma’ruf Nahi Munkar).

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -١٠٤-

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

(Ali Imran 104)

 

Kelima, orang yang berat timbangan amal shalehnya di akhirat.

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٨-

“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka barangsiapa berat timbangan (kebaikan)nya, mereka itulah orang yang beruntung.”
(Al-A’raf 8)

 

Ke-Enam, orang yang berjihad dengan harta dan nyawanya.

لَـكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ جَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٨٨-

“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, (mereka) berjihad dengan harta dan jiwa. Mereka itu memperoleh kebaikan. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(At-Taubah 88)

 

Ke-Tujuh, memberikan hak kerabat dan orang-orang miskin hanya karena Allah swt.

فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٣٨-

“Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Ar-Rum 38)

 

Ke-Delapan, tidak mencintai musuh-musuh Allah, siapapun mereka.

لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٢٢-

“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluar-ganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah Ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah Menguatkan mereka dengan pertolongan** yang datang dari Dia. Lalu Dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah Rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.”
(Al-Mujadalah 22)

 

Ke-Sembilan, menjaga diri dari sifat Kikir.

وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -١٦-

“Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(At-Taghobun 16)

 

Ke-Sepuluh, mencintai sesama dan tidak dengki terhadap apa yang diterima saudaranya. Serta mementingkan orang lain walau dia juga dalam kondisi yang memerlukan.

وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٩-

“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Medinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Al-Hasyr 9)

 

Ke-Sebelas, orang yang bertaubat kemudian melakukan amal kebaikan.

فَأَمَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَعَسَى أَن يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ -٦٧-

“Maka adapun orang yang bertobat dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, maka mudah-mudahan dia termasuk orang yang beruntung.”
(Al-Qashas 67)

 

Kedua belas, orang yang mensucikan diri.

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّى -١٤-

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri.”
(Al-A’la 14)

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا -٩-

“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)”
(As-Syams 9)



Nikmat Sehat dan Waktu Luang yang Membuat Manusia Tertipu


Nikmat Sehat Dan Waktu Luang Dua Nikmat Yang Sering Dilupakan Manusia 2 Nikmat Yang Sering Dilupakan Nikmat Waktu Luang Hadits Tentang Nikmat Sehat

Dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh manusia –termasuk pula hamba yang faqir ini-. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyakmanusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Ibnu Baththol mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.”

Ibnul Jauzi mengatakan, ”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat. Apabila terkumpul pada manusia waktu luang dan nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).”

Ibnul Jauzi juga mengatakan nasehat yang sudah semestinya menjadi renungan kita, “Intinya, dunia adalah ladang beramal untuk menuai hasil di akhirat kelak. Dunia adalah tempat kita menjajakan barang dagangan, sedangkan keuntungannya akan diraih di akhirat nanti. Barangsiapa yang memanfaatkan waktu luang dan nikmat sehat dalam rangka melakukan ketaatan, maka dialah yang akan berbahagia. Sebaliknya, barangsiapa memanfaatkan keduanya dalam maksiat, dialah yang betul-betul tertipu. Sesudah waktu luang akan datang waktu yang penuh kesibukan. Begitu pula sesudah sehat akan datang kondisi sakit yang tidak menyenangkan.”[1]

‘Umar bin Khottob mengatakan,

إنِّي أَكْرَهُ الرَّجُلَ أَنْ أَرَاهُ يَمْشِي سَبَهْلَلًا أَيْ : لَا فِي أَمْرِ الدُّنْيَا ، وَلَا فِي أَمْرِ آخِرَةٍ .

“Aku tidak suka melihat seseorang yang berjalan seenaknya tanpa mengindahkan ini dan itu, yaitu tidak peduli penghidupan dunianya dan tidak pula sibuk dengan urusan akhiratnya.”

Ibnu Mas’ud mengatakan,

إنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ فَارِغًا لَا فِي عَمَلِ دُنْيَا وَلَا فِي عَمَلِ الْآخِرَةِ

“Aku sangat membenci orang yang menganggur, yaitu tidak punya amalan untuk penghidupan dunianya ataupun akhiratnya.”[2]

Semoga Allah selalu memberi kita taufik dan hidayah-Nya untuk memanfaatkan dua nikmat ini dalam ketaatan. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang tertipu dan terperdaya.

Faedah ilmu di sore hari, 17 Dzulqo’dah 1430 H

 

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com



Sumber: https://rumaysho.com/634-nikmat-sehat-dan-waktu-luang-yang-membuat-manusia-tertipu.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar