Jalan Dakwah Bersama
>>> Sebuah Upaya untuk Mengingatkan <<<
Mengatasi Kegundahan Hati
Ada beberapa teman yang menghubungi dan curhat pada saya, seputar masalah ujian yang menimpanya, dan dari mereka yang menghubungi saya via email atau sms, kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan hampir sama, intinya tentang kegundahan hati mereka dalam menjalani hidup
Saya membuat tulisan ini, antara lain berdasar pada curhat teman-teman ke saya. Tulisan ini bukan untuk membeberkan kepercayan mereka kepada saya, karena saya pun tidak akan mengungkap nama dan permasalahan mereka. Tulisan ini saya buat untuk semua teman-teman, baik yang pernah curhat kepada saya ataupun tidak, dan untuk semua teman-teman dimanapun berada, barangkali ada yang mengalami/mempunyai pertanyaan yang sama.
Sebenarnya, tenang atau tidaknya, dan baik atau buruknya hidup kita, tergantung dari hati kita, seperti yang diungkapkan Rasulullah saw : “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging, jika ia baik, maka baiklah jasad seluruhnya; jika ia rusak, maka rusaklah jasad seluruhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya posisi hati dalam tubuh manusia, hati tidak hanya sekerat daging, tetapi juga penentu aqidah, penentu budi pekerti dan penentu keputusan terbesar seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits Arbain Nawawiyah bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberi fatwa yang membenarkanmu.” (H.R Imam Ahmad bin Hambal dan Iman Ad-Darani)
Kegundahan hati yang disebabkan oleh problematika hidup yang penuh dengan konflik, persoalan-persoalan, keinganan-keinginan duniawi kita dan segala macam tantangan, bisa menyebabkan hati kehilangan cahaya-Nya sehingga perlu segera ditemukan terapinya. Allah yang Maha Ar-Rahman dan Ar-Rahim telah memberikan solusi-solusi kegundahan hati dengan obat mujarab yaitu ayat-ayat dalam Al-Quran. Salah satu firman-Nya yang artinya “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Q.S Ibrahim: 1).
Kebanyakan teman-teman yang curhat bertanya, kenapa saya diuji seperti ini? Sebenarnya jawaban pertanyaan ini sudah ada di Al Quran di Surah Al-Ankabut ayat : 2-3 : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) hanya dengan mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Surah Al Ankabut {29} : 2-3).
Ujian bisa jadi sebagai sarana untuk meningkatkan iman kita atau sebagai penggugur dosa-dosa kita. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Jadi ujian dan cobaan, bisa sebagai penggugur dosa-dosa kita dan juga untuk mengangkat kita ke derajat keimanan yang lebih tinggi.
Kadang ada dari teman-teman mengeluh, bahwa mereka benar-benar merasa sudah tidak sanggup lagi menerima ujian-Nya yang terasa begitu berat dan menyakitkan, untuk teman-teman yang mengeluh dan merasa tidak sanggup menerima ujian-Nya yang terasa berat dan menyakitkan, cobalah buka Al Quran, dan temukan jawabannya di surah Al Baqarah ayat 286 sebagai berikut : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al Baqarah {2} 286). Ini adalah jaminan dari Allah, dan pasti benarnya. Jadi bila ada dari kita yang masih merasa tidak kuat menerima ujian atau ketetapan-Nya yang terasa berat dan menyakitkan kita, maka berati kita tidak percaya dengan firman Allah dan secara tidak langsung kita telah menuduh Allah sebagai pembohong. Astaghfirullah…
Dan bila teman-teman masih bingung juga harus bagaimana menghadapi persoalan hidup yang berat tersebut, maka coba renungkan firman Allah di surah Al Baqarah ayat 45-46 sebagai berikut : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’ (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali pada-Nya. ” (QS. Al Baqarah {2} : 45-46).
Ada juga dari teman-teman yang curhat dan merasa tidak puas dengan takdir Allah, karena merasa sudah berusaha sekuat tenaga untuk meraih keinginan tapi tidak tercapai, maka temukan jawabannya di surah Al-Baqarah ayat 216 : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah {2} : 216). Sebaiknya kita tetap selalu berprasangka baik terhadap Allah Swt Yang Maha mengetahui apa yang paling baik untuk semua hamba-Nya. Percayalah, Allah lebih mengetahui apa yang paling baik, paling cocok dan paling tepat untuk kita.
Teman-teman, memang kadang tidak gampang menerima kenyataan, khususnya yang tidak sesuai dengan keinginan kita atau yang kita rasakan berat dan pahit. Cuma kalau kita pikir-pikir, diterima atau tidak, takdir dan ketentuan Allah tetap berlaku. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerima dan menghadapi kenyataan serta berserah diri kepada Allah dan mengembalikan semua kejadian kepada Penguasa setiap kejadian atau dengan kata lain bertawakkal kepada Allah Swt. Ingatlah, bahwa Allah tidak akan pernah membebani kita melebihi kemampuan kita.
Dan kita harus yakin bahwa Allah tidak pernah menyulitkan hamba-Nya dan tidak pernah membuat Hamba-Nya menderita, pasti ada maksud lain yang ingin Dia sampaikan dibalik ujian yang diberikan dan pasti ada hikmah yang tersembunyi yang kadang butuh waktu bagi kita untuk memahaminya. Dan kita harus yakin dengan seyakin-yakinnya, Allah Swt yang menciptakan kita, pasti sangat tahu keadaan kita dengan sangat rinci, jadi tidak akan pernah ada dalam kehidupan kita, beban persoalan yang over dosis. Kita pasti sanggup menerima semua ujian yang diberikan-Nya, asalkan kita kuat iman dan sabar.
Sebenarnya yang paling mendasar yang kita perlukan hanyalah kemampuan kita untuk menenangkan diri disertai dengan Istighfar dan tawakal karena kalau kita membiarkan kegalauan hati dan pikiran menguasai kita, maka hanya stres yang akan kita dapatkan.
Dewi Yana
https://jalandakwahbersama.wordpress.com
http://dakwahdewi.herfia.com
Prolog
Roda kehidupan terus menggelinding. Banyak cerita dan episode yang dilewati pada setiap putarannya. Ada sedih, ada senang. Ada derita, ada bahagia. Ada suka, ada duka. Ada kesempitan, ada keluasan. Ada kesulitan, dan ada kemudahan. Tidak ada manusia yang tidak melewatinya. Hanya kadarnya saja yang mungkin tidak selalu sama. Maka, situasi apapun yang tengah engkau jalani saat ini, tenangkanlah hatimu ..
Manusia bukan pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang selalu berhasil meraih keinginannya. Hari ini bersorak merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah. Detik ini bangga dengan apa yang dimilikinya, detik berikutnya sedih karena kehilangannya. Maka, episode apapun yang sedang engkau lalui pada detik ini, tenangkanlah hatimu ..
Cerita tidak selalu sama. Episode terus berubah. Berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain. Berbolak-balik. Bertukar-tukar. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang maju, kadang mundur. Itulah kehidupan. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu, hati yang selalu tenang dan tetap teguh dalam kebenaran …
Saudaraku, ketenangan sangat kita butuhkan dalam menghadapi segala situasi dalam hidup ini. Terutama dalam situasi sulit dan ditimpa musibah. Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada jalur yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan. Kata-kata akan tetap hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi. Dan dengan itu lah kemudian –insya Allah- kita akan meraih keuntungan.
Ketenangan Milik Orang yang Beriman
Ketenangan adalah karunia Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman. Tentang hal ini Allah berfirman:
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath [48]: 4)
Syaikh Abdurrahman As-Si’dy rahimahullah berkata, “Allah mengabarkan tentang karunia-Nya atas orang-orang yang beriman dengan diturunkan kepada hati mereka sakinah. Ia adalah ketenangan dan keteguhan dalam kondisi terhimpit cobaan dan kesulitan yang menggoyahkan hati, mengganggu pikiran dan melemahkan jiwa. Maka diantara nikmat Allah atas orang-orang yang beriman dalam situasi ini adalah, Allah meneguhkan dan menguatkan hati mereka, agar mereka senantiasa dapat menghadapi kondisi ini dengan jiwa yang tenang dan hati yang teguh, sehingga mereka tetap mampu menunaikan perintah Allah dalam kondisi sulit seperti ini pun. Maka bertambahlah keimanan mereka, semakin sempurnalah keteguhan mereka.” (Taisir al Karim: 791)
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah [9]: 26)
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath [48]: 18)
Senjata Orang Beriman
Jiwa yang tenang dan hati yang teguh adalah senjata orang-orang shaleh dari sejak dahulu dalam menghadapi kondisi sulit yang mereka temui dalam kehidupan mereka.
Ashabul Kahfi adalah diantaranya. Saat mereka mengumandangkan kebenaran tauhid dan orang-orang pun berusaha untuk menyakiti mereka, sehingga mereka terusir dari tempat mereka dengan meninggalkan keluarga dan kenyamanan hidup yang sedang mereka nikmati, serta tinggal di gua tanpa makanan dan minuman, ketenangan dan keteguhanlah yang membuat mereka mampu bertahan. Allah berfirman tentang mereka,
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. Al Kahfi [18]: 14)
Dalam perjalanan dakwah dan jihad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tentu ingat kisah perjalanan hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya yang mulia Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ketika mereka berdua masuk ke dalam gua, berlindung dari kejaran orang-orang musyrik yang saat itu tengah dalam kemarahan yang memuncak dan dengan pedang-pedang yang terhunus, hingga Abu Bakar berkata, “Jika salah satu mereka menundukkan pandangannya ke arah kedua sandalnya, niscaya ia akan melihat kita.” Dalam kondisi genting itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh ketenangan berkata, “Bagaimana menurutmu tentang dua orang, yang Allah ketiganya.” (Lihat Shahîh al Bukhâri no: 3653, Shahîh Muslim no: 2381)
Allah berfirman:
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya.” (QS. Al Taubah [9]: 40)
Kisah lain yang sangat menakjubkan adalah kisah pada hari perang badar. Musuh dalam kondisi sangat kuat dan digdaya, dengan persenjataan yang cukup lengkap di depan mata, menghadapi tentara Allah yang sedikit, persenjataan kurang dan tanpa persiapan untuk berperang. Akan tetapi ketenangan bersemayam dalam hati-hati mereka. Maka Allah memenangkan mereka dengan kemenangan yang jelas.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, “Oleh karena itu, Allah mengabarkan tentang turunnya ketenangan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman dalam situasi-situasi sulit.” (Madâriju al Sâlikîn: 4/392 cet. Dâr al Thîbah)
Meraih Ketenangan
Jika demikian penting ketenangan dalam hidup kita, karena kesuksesan juga sangat bergantung kepadanya, maka bagaimanakah cara untuk meraih ketenangan itu? Sebagian orang mencari ketenangan dengan perbuatan sia-sia, sebagian mereka bahkan mencari ketenangan di tempat-tempat kemaksiatan. Semua itu keliru dan fatal akibatnya. Alih-alih ketenangan, semua itu justru akan semakin membuat hati diliputi kesedihan. Jika pun ketenangan didapatkannya, namun ia adalah ketenangan yang palsu dan sesaat.
Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir al Syatsry –semoga Allah menjaganya- dalam kitabnya “Hayâtu al Qulûb” menyebutkan arahan-arahan yang terdapat dalam al Qur`an dan sunnah untuk meraih ketenangan tersebut:
Berkumpul dalam rangka mencari ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada:
« مَا اجتمعَ قَوم في بيت من بُيُوتِ الله تباركَ وتعالى يَتْلُونَ كتابَ الله عزَّ وجلَّ ، ويَتَدَارَسُونَهُ بينهم ، إِلا نزلت عليهم السكينةُ ، وَغَشِيَتْهم الرحمةُ ، وحَفَّتْهم الملائكة ، وذكرهم الله فيمن عنده »
“Tidaklah suatu kaum berkumpul sebuah rumah Allah tabaraka wa ta’ala, mereka membaca Kitabullah azza wa jalla, mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turun kepada mereka sakinah, rahmat akan meliputi mereka, para malaikan akan mengelilingi mereka dan Allah senantiasa menyebut-nyebut mereka dihadapan malaikan yang berada di sisi-Nya.” (HR Muslim no. 2699)
Berdoa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pernah mengulang-ulang kalimat doa berikut dalam perang ahzab:
فَأَنْزِلَنَّ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتِ الأَقْدَامِ إِنْ لَاقِينَا
“Maka turunkanlah ketenangan kepada kami
Serta teguhkan lah kaki-kaki kami saat kami bertemu (musuh)”
Maka Allah memberikan mereka kemenangan dan meneguhkan mereka.
Membaca al Qur`an.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ »
“Ia adalah ketenangan yang turun karena al Qur`an.” (HR Bukhari: 4839, Muslim: 795)
Memperbanyak dzikrullah.
Allah berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al Ra’du [13]: 28)
Bersikap wara’ (hati-hati) dari perkara syubhat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ
“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa meresa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa (mejadikan untukmu keringanan).” (HR Ahmad no. 17894, dishahihkan al Albani dalam Shahîh al Jâmi no: 2881)
Jujur dalam berkata dan berbuat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Sesungguhnya jujur itu ketenangan dan dusta itu keragu-raguan.” (HR Tirmidzi no: 2518)
Begitu pun semua ketaatan kepada Allah dan sikap senantiasa bersegera kepada amal shaleh adalah diantara faktor yang akan mendatangkan ketenangan kepada hati seorang mukmin. Jika kita selalu mendengar dan berusaha untuk mentaati Allah dan rasul-Nya, maka hati kita akan kian tenang dan teguh. Allah berfirman:
“…Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An Nisâ [4]: 68)
Saudaraku, jika kita dapat mempertahankan ketenangan hati sehingga senantiasa teguh berada dalam jalan Allah, apa pun yang terjadi kepada kita, maka bergembiralah, karena kelak saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, akan ada yang berseru kepada kita dengan seruan ini:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al Fajr [89]: 27-30) (Lihat Hayâtu al Qulûb: 90-91)
Wallâhu ‘alam, wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.
[Meteri ilmiah dalam tulisan ini banyak diispirasi oleh Kitab Madâruju al Sâlikîn karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh, cet. Dâr al Thîbah dan Kitab Hayâtu al Qulûb cet. Dâr Kunûz Isybîliyâ karya Syaikhunâ Dr. Sa’ad bin Nâshir al Syatsry hafidzahullâh]
Riyadh, 27 Jumada Tsani 1433 H
—
Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir dan da’i di Maktab Jaliyat Bathah Riyadh KSA)
Artikel Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar