In some other way.
Your the only one friend is your job, your money.
Ambil sisi positif dari segala hal.
Sabuktina we nu penting nyaho heula elmuna.
Lieur.
Kesuksesan apasih yang akan aku raih ?
Dipikir-pikir urang boga naon .
Dipikir-pikir batur ge boga naon.
Sepele Sih, Tapi 8 Kebiasaan Ini Semuanya Dimiliki Oleh Orang Genius. Kamu Punya Nggak?
5 Agustus 2016
1,463 14
Orang genius adalah orang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dalam tes IQ, kamu disebut genius bila hasil dari tesmu berada di atas angka 130. Di dunia akademik, mungkin kamu sudah familier dengan Aristoteles, Albert Einstein, Thomas Alfa Edison dan kawan-kawan, merekalah yang terkenal sebagai orang genius sepanjang sejarah.
Orang genius punya karakteristik bawaan yang mirip satu sama lainnya. Kemampuan otak mereka memang di atas rata-rata, sehingga itu berimbas pada kebiasaan-kebiasaan yang mungkin nggak biasa. Tahu kan kalau orang genius seringnya dianggap gila? Nah, kalau kamu terbiasa melakukan hal-hal di bawah ini, bisa jadi kamu adalah Albert Einstein selanjutnya.
1. Kamu sering merasa dirimu kurang pintar, kurang cerdas, dan nggak mungkin dianggap genius. Yup! Kamu sudah satu langkah menjadi orang genius!
Sering merasa bodoh via confusedlarch.tumblr.com
Sementara orang bodoh selalu penuh keyakinan, orang genius senantiasa penuh keraguan. Begitu juga dengan kecerdasanmu sendiri. Kamu selalu merasa bahwa kamu bodoh, nggak cerdas, dan nggak tahu apa-apa. Tapi justru dari situ kamu berusaha terus mencari tahu dan belajar. Pengetahuan yang kamu punya nggak pernah terasa cukup untukmu sehingga kamu belajar lagi dan lagi. Beda dengan orang yang merasa dirinya sudah pintar, sudah cerdas, dan genius. Keyakinan yang dia miliki membuatnya tidak merasa perlu untuk belajar lagi.
2. Hobi ngobrol dengan diri sendiri? Tenang, kamu nggak gila kok. Kamu super genius, karena bisa menjadikan diri sendiri teman diskusi
Ngomong sendiri via www.myfooddiary.com
Pernahkah kamu mengalami momen-momen di mana kamu ngobrol dengan dirimu sendiri? Seolah sedang berdiskusi dengan orang lain? Lalu diakhiri dengan aksi tepok jidat saat kamu merasa melakukan kesalahan? Atau mungkin kamu sering tertawa sendiri, padahal kamu sedang menertawakan joke yang kamu lontarkan dalam pikiranmu sendiril. Sebagai orang yang genius, kamu terbiasa mendiskusikan apapun dengan dirimu sendiri. Otakmu yang selalu bergerak dan berpikir untuk mengevaluasi segala hal itu, sering membuatmu tanpa sadar ngobrol dengan diri sendiri.
3. Soal sarkastik kamu memang jagonya. Nggak heran teman-temanmu sering merasa ambigu, bingung mau kesal atau terhibur dengan sindiranmu
Kamampuan sarkas yang aduhai vianeuroscienceisthenewblack.wordpress.com
Sarkasme adalah sebuah teknik sindir menyindir yang bisa digunakan dengan memakai majas ironi dalam pelajaran bahasa Indonesia. Gampangnya, sarkasme adalah sebuah kritikan atau hinaan yang disampaikan dengan kalimat halus tapi nyelekit. Lucu tapi menyebalkan. Tipis tapi menyayat. Pokoknya rumit.
Sebagai orang yang sarkas, kamu punya kemampuan yang tinggi dalam mengolah bahasa. Bagaimana tidak? Kamu harus pandai-pandai menyusun kata untuk menyampaikan maksudmu secara tersirat. Mengungkapkan apapun yang ada di kepala tentunya lebih mudah daripada menyembunyikannya dalam satu kalimat yang begitu tapi tidak begitu . Daya kreatif dan kritis adalah dua hal yang wajib dimiliki oleh orang sarkas.
4. Hasrat kepomu benar-benar tiada dua. Bagusnya, yang bikin kamu kepo bukan hanya soal gebetan saja
Kepo tingkat tinggi via www.dailydot.com
Rasa kepo yang tinggi sering diidentikkan dengan kondisi kurang kerjaan dan mengurusi apa-apa yang bukan urusannya. Jangan berpikiran negatif dulu. Rasa ingin tahu yang tinggi adalah salah satu tanda bahwa kamu genius tingkat tinggi. Asalkan, yang kamu kepoin bukan hanya urusan temanmu atau aktivitas sehari-hari gebetanmu ya. Rasa ingin tahu terhadap segala hal adalah karakteristik umum seorang genius. Kalau tidak kepo, bagaimana Newton bisa memikirkan gaya gravitasi bumi saat sebutir apel jatuh di kepalanya? Lebih baik dimakan ‘kan, daripada dipikirkan? Namun begitulah orang genius, selalu punya cara sendiri untuk hidup.
5. Kamu sering susah fokus dan pelupa? Kamu bukan hanya butuh air mineral, tapi kamu juga seorang genius bawaan!
Pelupa akut via twitter.com
Kunci motor di mana ya?
Duh, aku lupa di mana naruh HP!
Tunggu-tunggu, tadi aku ngomongnya sampai mana?
Sebagai orang genius, kamu punya ketertarikan terhadap banyak hal. Karena itu, kamu kesulitan fokus pada satu hal karena pikiranmu mudah teralihkan dengan hal-hal lain yang menarik perhatian. Rasa ingin tahumu yang tinggi, membuat pikiranmu selalu bekerja keras, karena ini dan itu selalu membuatmu penasaran. Itulah yang membuatmu sering tidak fokus dan jadi pelupa.
6. Susah bergaul dan lebih suka menghabiskan waktumu sendiri, adalah tanda-tanda kamu punya kecerdasan tinggi
Susah masuk dalam pergaulan via voolas.com
Berada di lingkungan sosial bukanlah sesuatu yang mudah bagimu. Pribadimu yang pemikir membuat kamu lebih suka mengamati dari jauh daripada ikut masuk dalam percakapan. Terlebih lagi, kamu sering tidak bisa mengikuti obrolan orang-orang kebanyakan. Sementara orang memperbincangkan hal remeh-temeh, kamu justru menggalinnya lebih dalam. Saat orang-orang sibuk membicarakan soal fesyen, kamu lebih tertarik pada sains atau isu-isu sosial. Itulah yang membuatmu terlihat seperti seorang introvert, karena kamu juga kesulitan masuk dalam interaksi sosial.
7. Baca! Baca! Baca! Bagimu nggak ada hiburan yang lebih menarik daripada baca, termasuk membaca ensiklopedia
Gila baca buku via favim.com
Bagimu membaca adalah surga. Membaca adalah cara belajar tanpa harus pergi ke sekolah setiap harinya, traveling tanpa harus keluar dari kamar, sekaligus tempat melarikan diri dari dunia nyata yang kadang nggak menyenangkan. Kamarmu dipenuhi oleh buku-buku yang sudah nggak tertampung lagi di raknya. Ke manapun kamu pergi, kamu selalu membaca buku. Asalkan kamu membawa buku di tangan, momen apapun tidak akan membuatmu kesepian. Dari buku, kamu menemukan dan mengetahui banyak hal. Hubunganmu dengan buku lebih romantis daripada hubunganmu dengan manusia di dunia nyata.
8. Kamu mudah bosan pada rutinitas. Itu ‘kan yang sering membuatmu berkali-kali ganti pekerjaan?
Mudah bosan via www.goodreads.com
Mungkin selama ini kamu sering bertanya-tanya, kenapa kamu sulit bertahan lama di satu tempat kerja. Awalnya kamu merasa bahwa mungkin kamu di jalur yang salah, kemudian kamu memutuskan untuk resigndan mencari pekerjaan yang sesuai passion. Tapi ternyata pekerjaan sesuai passion juga tidak semenyenangkan yang kamu kira. Kamu terus merasa bosan, bosan, dan bosan. Kamu ingin melakukan sesuatu yang baru, menjelajah tempat baru, dan tidak terbelenggu rutinitas setiap hari. Itulah tanda-tanda orang genius yang memang tidak tahan pada rutinitas yang membosankan.
Meski orang sering menganggap orang genius beda-beda tipis dengan orang gila, tapi tetap saja ada bedanya antara genius dan gila. Ngomong kepada diri sendiri itu genius, ketawa-ketawa heboh tanpa sebab itu gila. Sering lupa menaruh barang-barang karena kurang fokus itu jenius, tapi lupa pakai baju lalu keluar rumah dan jalan-jalan dengan pedenya itu gila. Kamu yang mana? Haha.
Dalam pikiranmu, mungkin orang jenius adalah orang yang nggak pernah mengalami kesulitan seumur hidupnya. Kecerdasannya membuat semua masalah bisa beres dengan sekali sentuh. Kreativitasnya pasti membuat segala hal yang nggak mungkin menjadi mungkin. Namun ternyata menjadi orang jenius nggak selamanya mudah, karena ada masalah-masalah yang justru bersumber dari kejeniusannya. Justru mungkin menjadi orang jenius membuat seseorang merasakan hidup yang sulit dan menderita. Nah bila delapan ‘penderitaan’ ini kamu alami, berarti betul kamu memang jenius!
1. Tidak seperti seorang introvert yang memang memilih sendirian, kamu sering kesepian karena mencari teman itu luar biasa sulitnya
Tanpa sadar kamu sering mencari orang yang sama cerdasnya denganmu. Ini bukan soal pilih-pilih teman. Selayaknya soal jodoh, dalam berteman pun kita butuh setidaknya satu poin kecocokan untuk bisa nyambung ngobrolnya. Sayangnya, sangat sulit bagimu untuk menemukan poin ‘klik’ itu. Sementara memaksa berteman dengan orang yang kurang klik hanya akan membuatmu tersiksa sendiri. Pada akhirnya kamu lebih sering melewati waktumu sendirian dan kesepian. Karena ini juga kamu harus pandai-pandai menata hati, karena kamu rawan depresi.
2. Pengennya menghibur dengan melontarkan joke-joke lucu. Sayangnya, orang sering tak paham bagian mananya yang lucu
Apa rasanya bila sudah capek-capek membuat joke untuk menghibur, tapi yang dihibur malah nggak paham. Sebagian ada yang tertawa terpaksa demi menjaga perasaan, sebagian yang lain ada yang memasang ekspresi ‘Apa sih lo? Garing banget’ . Sebenarnya joke-mu itu lucu, sayangnya cuma kamu yang tahu di mana letak kelucuannya. Atau bisa saja yang terjadi malah sebaliknya. Hobimu memakai humor sarkas membuat orang lain tak paham pada pesan yang kamu sembunyikan di sana. Akibatnya dia hanya tertawa, tanpa memahami maksudmu apa. Inilah yang sering membuatmu kecewa.
3. Seorang leader seringkali jadi public-enemy bawahan. Bukan karena dirimu atasan yang kejam, hanya saja mereka tak paham arah kebijakan yang kamu tentukan
Kebanyakan orang jenius punya skill komunikasi yang ‘parah’. Kamu kesulitan mengungkapkan isi pikiranmu. Terkadang kamu tidak memahami omongan orang. Sebaliknya, orang tidak bisa memahami maksudmu. Terkadang sikapmu juga berubah-ubah. Hari ini kamu mengeluarkan kebijakan A, besok menggantinya dengan yang baru. Bukannya plin-plan, tapi pikiranmu memang selalu bergerak dinamis mencari solusi terbaik. Inilah yang membuat kamu menjadi atasan yang sulit dipahami bawahan. Terkadang perintahmu atau pola pikirmu dicibir, karena mereka tidak paham apa yang sebenarnya kamu inginkan.
4. Saat berpikir, kamu sering ‘ngobrol’ dengan diri sendiri. Tak heran orang sering menganggapmu aneh
Bayangkan kamu sedang duduk di stasiun menunggu kereta datang. Lalu tiba-tiba orang di sampingmu bicara, bukan padamu, bukan pula pada telepon atau apapun, alias sedang bicara sendiri. Pasti kamu merasa aneh dan
awkward sendiri bukan? Nah, itulah yang kira-kira orang lain pikirkan saat melihatmu. Pergerakan otak yang aktif, membuatmu sering berpikir keras dan berdiskusi dengan diri sendiri sehingga tanpa sadar kamu ngomong sendiri. Ya, selama kamu cuma berguman-guman kecil sih nggak masalah. Yang bahaya adalah bila kamu sudah teriak-teriak. Barangkali itu bukan jenius, melainkan gila.
5. Kamu sering dimintai pendapat ini dan itu. Tapi kalau kamu serius memberikan pandanganmu, orang-orang malah bilang ‘yaelah, serius amat sih?’
Kamu juga sering mengalami momen serba salah dalam sebuah diskusi. Kalau kamu diam, kamu dianggap sombong dan nggak mau berbagi ilmu. Apalagi bila teman-temanmu memang sudah tahu ‘kejeniusanmu’. Tapi kalau kamu mengeluarkan pendapat, atau meluruskan sesuatu yang menurutmu kurang tepat, mereka akan melewatimu sambil berkata
‘Yaelah, jangan serius-serius ah. Ini bukan sidang skripsi’ . Itu masih mending. Lebih sial lagi bila kamu dibilang kurang piknik. Padahal kamu hanya ingin membagi informasi. Ini yang pada akhirnya membuatmu memilih diam saja.
6. Overthinking adalah kegiatan sehari-hari. Karenanya kamu lebih sering frustrasi daripada happy
Dalam kepalamu begitu banyak pertanyaan
‘What if…’ . Percaya atau tidak, orang yang apatis akan lebih mudah bahagia karena dia tidak memikirkan banyak hal. Apapun yang terjadi di dunia, yang penting dia senang untuk saat ini. Berbeda denganmu, mengabaikan hati ataupun logika adalah hal yang luar biasa sulitnya. Begitu banyak hal yang mengganggu pikiranmu, sehingga membuat tidurmu nggak nyenyak. Kamu merasa ada yang harus diperbaiki dari hidup ini, yang sayangnya nggak bisa kamu kerjakan sendiri. Karena apa-apa dipikirkan dengan serius, hidupmu sendiri jadi terkesan lebih berat dan nggak tenang.
Pada akhirnya, kamu sering sulit mengambil sebuah keputusan. Terlalu banyak hal yang kamu pertimbangkan, terlalu banyak pertanyaan ‘what if’ yang kamu ajukan kepada dirimu sendiri. Hingga akhirnya, mengambil keputusan di waktu yang kilat bukanlah bidangmu.
7. Orang jenius selalu percaya diri? Ah tidak juga. Keseringan mengritisi diri sendiri malah membuat kamu jadi terlihat kurang percaya diri
Lalu apakah orang yang jenius selalu identik dengan hal-hal yang positif seperti percaya diri? Ah, ternyata tidak selalu begitu. Sisi jeniusmu bekerja dengan mengritisi segala hal. Informasi apapun yang kamu terima nggak luput dari acara penelaahan lebih dalam. Tak hanya mengritik pemikiran orang lain, pemikiranmu pun kamu kritisi sendiri. Saat kamu memikiskan sebuah simpulan A, maka kamu akan membuah sanggahan B, C, D, dan seterusnya hingga akhirnya kamu yakin bahwa A adalah yang paling pas. Karena hal ini, seringkali kamu justru terlihat nggak percaya diri. Kamu meragukan segala hal, termasuk terkadang meragukan dirimu sendiri.
8. Bagian paling membuatmu menderita adalah mimpi-mimpi yang tak pernah kelihatan ujungnya. Terlalu banyak keingintahuan, terlalu banyak hal yang ingin kamu lakukan
Kamu juga sering ‘kejam’ pada dirimu sendiri. Saat ada sesuatu yang kamu nggak paham, maka kamu akan menyiksa diri dengan mencarinya sampai dapat. Kamu juga selalu merasa harus melakukan sesuatu yang hebat, namun seringnya mimpi di kepalamu berubah-ubah. Di dunia ini terlalu banyak hal yang memancing rasa ingin tahu. Dan terlalu banyak juga hal yang ingin kamu lakukan. Hingga akhirnya kamu bingung sendiri mana yang harus kamu kerjakan terlebih dahulu. Sudah begitu, kamu juga sering memasang target yang begitu tinggi, dan menerapkan kata ‘harus’ untuk meraihnya.
Ternyata menjadi jenius nggak semudah yang terlihat. Apapun itu, berbeda dengan orang kebanyakan memang sedikit menyusahkan. Butuh usaha ekstra keras untuk bisa menyesuaikan. Jadi, kamu ‘menderita’ nggak nih?
Antara Taqdir Kauni dan Taqdir Syar’i
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh,
Pak Ustadz yang saya sangat hormati, perkenenkan saya bertanya,
Saya mau bertanya mengenai penjelasan ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Adapun ayat-ayat yang saya mau tanyakan adalah :
Al-An-am :
(125) Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya , niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
(149) Katakanlah, ”Allah mempunyai hujah yang jelas lagi kuat, maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.”
Ibrahim :
(4) Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan denga bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kapada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki , dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki . Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Al-Qashsash :
(56) Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya , dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk .
Sumber : http://quran . Al-Islam. Com/Targama/dispTargam. Asp?
NType=1&nSeg=0&1=ind&nSora=1&nAya=1&t=ind
(mohon diingatkan/di check seandainya web ini palsu dan bertujuan menyesatkan)
Pertanyan saya adalah :
1. Apakah orang-orang yang saat ini atau umat-umat yang telah lalu, yang wafat dalam keadaan kafir itu memang telah disesatkan oleh Allah?? Atau karena nafsunya mereka sendiri?
Kalaupun manusia telah diberi akal untuk berpikir mana yang benar mana yang salah, tetapi apalah daya manusia sebagai makhluk yang lemah, bila dibanding dengan Allah yang Maha berkehendak?_ saya terus terang sangat bingung (krn sangat terbatasnya ilmu agama saya) dengan hal ini
Saya mengambil contoh kasus Paman baginda Rasul Muhammad SAW, walaupun dia dah mati2-an belain Nabi dr kaum quraish dan merawat nabi sejak kecil, tapi dia wafat dalam keadaan belum muslim. Dan ketika dia wafat dan Nabi memohonkan ampun ke Allah, Allah mengirim jibril dan mengatakan melalui jibril (ini barusan saya dengar dari pengajian OnLine radio KMII Japan), “Tugasmu Muhammad hanya menyampaikan, sedangkan masalah Hidayah adalah urusan-KU.”
Note : Sampai saat ini saya menganggap, semua yang terjadi (baik dan buruk) adalah karena kehendak Allah, walaupun di Al Qur’an juga ada ayat yang menerangkan bahwa “hanya kaum itu sendiri yang bisa merubah nasibnya”, namun saya berpendapat bahwa dipoint-point tertentu itu hanya Allah yang bisa menentukan (hak prerogative Allah), di point2 yang lain, bila manusia bersungguh-sungguh merubahnya, insya Allah akan berkenen.
2. Bagaimana dengan keadaan orang yang sejak lahir sampai dewasa, dia belum mengenal dan atau dikenalkan denga Islam/Allah, sampai mereka jadi kafir dengan tidak percaya Allah, apakah mereka akan disiksa di akhirat ntr karena ke tidak-tahuan mereka (saat ini beragama) mereka tidak tahu siapa/apa Tuhan itu.
Mohon dijelaskan pak Ustadz, dan diingatkan kalau saya telah salah mengambil kesimpulan karena terbatasnya saya sebagai manusia.
Terima kasih,
Wasalam.
Nurmansyah
Jawab :
Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:
Al-Qur’an seluruhnya adalah benar, tidak ada sedikitpun keraguan tentang hal itu, tidak ada perselisihan, pertentangan dan kontradiksi dalam isi dan kandungannya. Satu sama lain di antara ayat-ayatnya saling menguatkan, saling menegaskan dan saling menjelaskan. Dan hal itu karena ia adalah kalamullah (firman Allah) yang pasti benar dengan kebenaran yang mutlak. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 1-2). Dan Allah juga berfirman (yang artinya): “Maka apakah mereka tidak memperhatikan (merenungkan) Al Quran? kalau sekiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisaa’ [4]: 82).
Namun itu dengan syarat bahwa, kita harus memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan benar dan proporsional. Benar artinya sesuai dengan metodologi standar penafsiran Al-Qur’an menurut para ulama tafsir mu’tabar (yang diakui) di kalangan ahlus-sunnah wal-jama’ah .
Dan proporsional berarti tepat penempatannya sesuai dengan konteks, waktu, tempat, kondisi, situasi, sasaran, kebutuhan dan semacamnya. Jadi tidak cukup seseorang memahami suatu ayat atau beberapa ayat dengan pemahaman dan penafsiran yang benar saja, tapi juga harus tepat dan proporsional dalam penempatannya. Karena pemahaman dan penafsiran yang benar bisa berubah menjadi salah karena salah penempatan sehingga tidak sesuai dengan konteks, situasi, kondisi, orang atau lainnya.
Seperti misalnya ayat-ayat dan juga hadits-hadits tentang kewajiban bersyukur yang lebih cocok untuk orang-orang yang sedang mendapatkan kenikmatan kesenangan, kelapangan dan kemudahan. Sedangkan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sabar dan tawakkal lebih tepat untuk orang-orang yang sedang mendapatkan ujian kesusahan, kesempitan dan kesulitan dalam hidup. Dan bisa tidak cocok serta tidak tepat seandainya hal itu dibalik.
Sebagaimana pula dalam masalah taqdir misalnya, dimana ulama ahlussunnah waljama’ah sepakat semuanya bahwa, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, sekecil apapun, baik dan buruk, iman dan kufur, taat dan maksiat, dan lain-lain, semuanya adalah karena taqdir Allah. Namun toh para ulama bersepakat bahwa, ayat-ayat dan juga hadits-hadits seputar taqdir boleh dan harus dijadikan hujjah ketika menghadapi musibah, ujian dan cobaan, tapi tidak boleh dijadikan dalil sandaran dalam konteks kemaksiatan dan kejahatan. Karena jika pada kondisi pertama, pengungkapan masalah taqdir dan penyebutan dalil-dalinya bersifat positif dan berbuah manis, maka pada kondisi yang kedua sebaliknya, justru bersifat negatif dan berbuah pahit, karena dalil-dalil itu bisa menjadi pembenaran kemaksiatan dan kejahatan.
Nah begitu pula dalam memahami ayat-ayat yang Anda kutip di atas, maka penempatannya haruslah benar dan tepat disamping penafsirannya. Yakni, dalam konteks apa ayat-ayat itu dan semacamnya harus kita pahami dan terapkan? Ayat-ayat di atas dan yang semakna berbicara tentang sifat qudrah (kemahakuasaan), iradah (kemauan) dan masyi-ah (kehendak) Allah Ta’ala yang bersifat mutlak, menyeluruh dan tanpa batas. Dimana – berdasarkan aqidah Islam – segala sesuatu di alam ini tidak mungkin bisa terjadi kecuali jika diketahui, dikehendaki, dicatat, dan dibuat benar-benar terjadi oleh Allah Ta’ala. Dan itulah cakupan makna taqdir Allah dalam konsep aqidah Islam yang wajib kita imani.
Maka konteks ayat-ayat tersebut dan yang semakna dengannya adalah dalam rangka penetapan, penguatan, pengokohan dan pemantaban aqidah dan keimanan tentang sifat-sifat Allah tersebut. Dan itulah yang disebut dengan taqdir kauni ( ketentuan taqdir Allah terhadap segala yang terjadi di alam ini). Dan disamping itu ada yang disebut dengan taqdir syar’i , yakni ketentuan hukum Allah berupa syariat yang dibawa oleh para nabi dan rasul ‘alaihimus-salaam dan yang wajib dijalankan oleh manusia. Dimana atas dasar kaidah-kaidah taqdir syar’i inilah terdapat perhitungan iman dan kufur, taat dan maksiat, pahala dan dosa, peng- hisab -an amal di akhirat, pembedaan balasan dengan surga dan neraka, dan lain-lain. Juga atas dasar ini pulalah Allah mengaruniakan akal kepada manusia, juga kemampuan dan potensi yang dengannya ia bisa berkehendak, memilih, berusaha dan beramal sesuai kehendak dan pilihannya dalam hidup ini.
Jadi kewajiban kita adalah memahami dan menyikapi kedua taqdir kauni dan syar’i tersebut secara benar dan proporsional, serta tidak membenturkan atau mempertentangkan antara keduanya. Karena antara keduanya memang tidak mungkin terjadi pertentangan dan perbenturan. Sebab keduanya dari Allah Ta’ala Yang Maha Esa. Dan pemahaman serta penyikapan benar dan proporsional yang kita maksudkan adalah dengan membatasi diri dalam penyikapan sesuai dengan porsi, proporsi dan wilayah kewajiban kita terkait dengan masing-masing taqdir tersebut. Dimana wilayah kewajiban kita tentang taqdir kauni adalah mengimaninya sepenuhnya apa adanya disertai kesadaran penuh akan keterbatasan diri yang karenanya tidak akan mampu menjangkau bagian terbesar dan terluas dari masalah ini. Sehingga dengan demikian sejak awal kita harus siap membatasi diri dan tidak banyak bertanya tentangnya. Melainkan menyerahkan apa-apa yang tidak mampu kita pahami dan jangkau dari masalah ini kepada Allah Ta’ala, karena memang masalah ini termasuk urusan Allah Ta’ala. Seperti masalah ruh yang Allah firmankan (artinya): “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit saja” (QS. Al-Israa’ [17]: 85). Sementara itu banyak bertanya dan apalagi mempertanyakan masalah-masalah yang menjadi urusan Allah seperti bab taqdir, ruh dan lain-lain, adalah sama saja seakan-akan kita “mengadili” Allah dan meminta pertanggungan jawab-Nya tentang apa-apa yang ditaqdirkan-Nya, ditetapkan-Nya dan diperbuat-Nya. Padahal Allah telah berfirman (yang artinya): “Dia tidak ditanya atau dimintai pertanggungan jawab tentang apa yang diperbuat-Nya, namun merekalah (manusia) yang justru akan ditanyai atau dimintai pertanggungan jawab (tentang perbuatan-perbuatannya)” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 23).
Jadi jangan banyak tanya misalnya, mengapa Abu Thalib tidak ditaqdirkan beriman, mengapa ditaqdirkan ada orang-orang kafir, atau ada orang-orang jahat, atau ada orang-orang maksiat, bahkan mengapa ditaqdirkan ada iblis, syetan, dan seterusnya? Jika tidak mampu memahami dan menjangkau hikmah tentang taqdir-taqdir itu semua, maka serahkan saja kepada Allah, karena itu semua memang urusan-Nya, dan yakinkan diri seyakin-yakinya bahwa, pasti ada alasan dan hikmah yang sempurna di balik setiap taqdir Allah, termasuk yang paling tidak kita pahami dan mengerti sekalipun!
Adapun urusan dan wilayah kewajiban dan kewenangan utama kita, selain mengimani
taqdir kauni tersebut, adalah bagaimana mengotimalkan upaya, usaha dan mujahadah dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum Allah yang termuat dalam
taqdir syar’i yang dibawa oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang termaktub dalam Al-Qur’an dan sunnahnya. Dan saat berupaya dan ber- mujahadah dalam menggapai keimanan dan meningkatkan ketaqwaan, janganlah kita memberikan celah kesempatan bagi syetan untuk membisikkan ke telinga dan hati kita syubhat begini misalnya:apalah arti upaya dan mujahadah kita yang sangat terbatas dan penuh dengan ketidak berdayaan ini, jika memang iradah, masyi-ah dan qudrah Allah yang mutlak telah mentaqdirkan kekufuran atau kesesatan bagi diri kita? Pertanyaan seperti yang barusan ini salah satu contoh sikap yang tidak tepat dan tidak proporsional bahkan salah dan menyimpang tentang keimanan pada taqdir. Dan sikap seperti itulah yang kami maksudkan dengan membenturkan dan mempertentangkan antara taqdir kauni dan
taqdir syar’i , atau antara usaha dan ikhtian manusia dengan taqdir dan kehendak Allah Ta’ala.
Adapun tentang orang yang sejak lahir sampai meninggal tidak pernah mengenal atau dikenalkan dengan agama Islam, maka kondisi dan hukumnya bisa berbeda-beda. Jika secara logika dan realita memang benar-benar tidak ada baginya sedikitpun celah dan jalan untuk bisa mengenal Islam selama hidupnya, maka ia bisa dimasukkan dalam kelompok yang dikenal dengan sebutan
ahlul-fatrah , yakni generasi manusia yang hidup pada masa transisi atau masa kevacuman kerasulan antara syariat rasul sebelumnya yang sudah punah dan syariat rasul berikutnya yang masih belum datang. Dimana kekafiran mereka dimaafkan dan mereka tidak disiksa karenanya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Barangsiapa yang beramal sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang berlaku sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng’azab (siapapun) sebelum kami mengutus seorang rasul (kepada mereka)” (QS. Al-Israa’ [17]: 15).
Adapun jika peluang, kesempatan atau jalan mengenal Islam itu tetap ada dan terbuka bagi seseorang, lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak optimal dalam upayanya dalam mencari kebenaran dan mengenal Islam, maka kekafiran orang yang seperti ini kondisinya tidak dimaafkan, dan berarti tetap berlaku atasnya hukum orang-orang kafir pada umumnya.
Demikian jawaban yang bisa kami berikan, semoga dipahami dengan baik dan bermanfaat.
Wallahu a’lam, wa Huwal Muwaffiq ilaa aqwamith-thariiq, wal Haadii ilaa sawaa-is-sabiil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar