Hadits No. 551 (حرف الحاء)
(الحمد على النعمةامان لزوالها (رواه الديلامي
“Memuji atas nikmat menjadikan aman atas hilangnya nikmat”
Ini berkaitan dengan hadits,
(الحمد راس الشكر الله عبد لا يحمده (رواه البيهقي
“Memuji itu syukur, tidak bersyukur kepada Allah, hamba yang tidak memuji-Nya”
Dalam filosofinya, syukur berarti berterima kasih, kerendahan hati, merasa diri kita lemah, merasa diri kita butuh. Begitu pula, jika kita berterima kasih kepada manusia, tentunya akan berterima kasih kepada yang lebih tinggi di atas kita, yang memberi kita sesuatu. Begitu pula di sini, hakikatnya berterima kasih itu kepada Dzat yang maha tinggi, Allah SWT.
Semakin bersyukur, maka kenikmatan semakin tidak akan hilang dari diri kita yang telah kita dapatkan. Dalam Q.S Ibrahim ayat 7, telah dijelaskan bahwa kewajiban kita bersyukur kepada Allah Swt, sebab dengan bersyukur akan menambah nikmat-Nya. Dan jika kita tidak bersyukur berarti kufur, maka Allah akan menghilangkan nikmat-Nya.
Baca Juga > Indahnya Suara Semesta Sambut Kelahiran Kanjeng Nabi
Mensyukuri nikmat ada beberapa cara :
Bil qalbi, dengan meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya dari Allah SWT.
Bil lisan, dengan senantiasa sering mengucap Alhamdulillah.
Bil hal, dengan ditunjukkan melalui perbuatan.
Kebanyakan manusia bersyukur apabila hanya ketika ada perlu. Misalnya, pada saat mendapatkan anugerah besar, terbebas dari masalah besar, dan juga ketika kenikmatan telah direnggut, baru menyadari nikmat tersebut, kemudian baru bersyukur.
Pada semua nikmat Allah SWT setiap waktu, selalu kita dapatkan.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin…
Anything could happend to you .
Ingat terhadap sang pemberi bukan tentang apa yang dimiliki .
Ingat ketika di beri peringatan sakit .
Memaknai Hakikat Kehidupan
Guntara Nugraha Adiana Poetra, Lc. MA. dalam rubrik Sosial Pada 12/12/14 | 12:24
dakwatuna.com – Allah Ta’ala berfirman di dalam surat Ar Ruum ayat 40:
“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”
Seseorang tidak kuasa untuk menentukan kehadirannya di dunia, ia juga tidak bisa memilih untuk terlahir dalam keluarga, keadaan ekonomi, sosial dan budaya tertentu. Pada hakikatnya proses penciptaan manusia berawal dari ketiadaan menjadi ada, kendati demikian prosesnya, penciptaan manusia tidaklah lebih besar daripada penciptaan langit dan bumi sebagaimana tertuang dalam penjelasan Alquran.
“ Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS Ghaafir ayat 57).
Allah Ta’ala senantiasa memberi rezeki kepada setiap makhluk-Nya, rezeki-Nya amat luas, tidak terbatas pada materi melimpah, melainkan bisa juga berupa nikmat-nikmat berharga lainnya yang ada di sekitar manusia, di antaranya:
Hidayah
Ketenangan hati
Kelapangan dada
Kesehatan
Keadaan menyenangkan
Waktu luang
Jiwa yang kaya karena senantiasa merasa cukup
Anak-anak yang shalih
Kehidupan yang layak
Menantu dan mertua yang bijak
Jodoh idaman dan lain-lain
Dalam ayat lain dikuatkan bahwasanya Allah Ta’ala sebenar-benar pemberi rezeki:
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu.Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS Thahaa ayat 132).
Ditambahkan di beberapa ayat lainnya:
Alquran surat Faathir ayat 3
Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi ?
Alquran surat Al Israa’ ayat 31
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Alquran surat Adz Dzaariyaat ayat 58
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.
Al-Quran surat Saba’ ayat 39
dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.
Allah Ta’ala ialah Dzat yang Maha Kaya dan Suci dari segala kekurangan, sekalipun semua manusia di muka bumi kufur kepada kepada-Nya, hal ini sama sekali tidak menjadikan Allah Ta’ala menjadi miskin.
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu”. (QS Az Zumar ayat 7).
Maksud yang terkandung dalam ayat ini ialah manusia beriman atau tidak, beriman, hal itu tidak merugikan Tuhan sedikitpun. Pesan Ilahi ini senada dengan perkataan nabi Musa ‘alaihi assalam yang diabadikan dalam Alquran di surat Ibrahim ayat 8.
“Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Jika kita renungi akan hakikat sebuah rezeki, pada dasarnya semua yang ada di muka bumi, di dalam lautan dan di dasar bumi adalah milik Sang Maha Kaya dan Sang Maha Terpuji.
“Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi. Sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS Luqman ayat 26).
Adapun sesuatu yang seseorang miliki berupa isteri, anak, materi, jabatan, umur, waktu, kebanggaan dan lain sebagainya merupakan hanya sebatas titipan, bersifat sementara, kenapa demikian?
Karena dalam sebuah kehidupan tiada yang abadi menemani hidup seseorang kecuali amal shalihnya, apa saja yang ada pada seseorang kelak akan lenyap bak butiran pasir yang terhempas oleh tiupan angin, tak berbekas sedikitpun, begitulah hakikat kehidupan.
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Sesungguhnya Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An Nahl ayat 96)
Jika seseorang sudah memahami akan hakikat kehidupan, maka ia akan berpikir tidaklah ada yang patut untuk dibanggakan selain amal shalehnya, hal ini didasari atas kehadirannya di dunia ini, bukanlah karena permintaannya.
Dalam sebuah ungkapan bijak:
Sungguh tercela, kau bangga dengan sesuatu yang tidak pernah diperbuat oleh dirimu……
Jangan kau bangga dengan kecantikan/ketampananmu karena kau bukanlah yang menciptakannya…….
Jangan kau bangga dengan nasab keturunanmu karena kau bukanlah orang yang memilihnya…..
Namun banggalah dengan akhlakmu karena dirimu yang menghiasinya…!!
Sehebat apapun manusia, ia sekali-kali tidak akan kuasa untuk mengatur penempatan garis keturunannya, apakah akan terlahir dari keturunan bangsawan atau biasa-biasa aja, keturunan agamis atau dari kalangan umum, kenapa demikian?
Karena hal ini adalah kehendak Allah Ta’ala, bukan kehendak manusia seutuhnya.
Seorang muslim seyogyanya pandai untuk menempatkan diri dalam mengatur kehidupannya, pandangannya jauh ke depan, mempunyai cita-cita dan mimpi besar berorientasi akhirat, ia tidak berpikir untuk dirinya sendiri melainkan berpikir untuk bisa memberi manfaat kepada sesama, sebagai contoh:
Hartawan membantu dengan materinya
Pemangku kepentingan membantu dengan kebijakannya
Cendekiawan membantu dengan keilmuannya
Pada umumnya seseorang mempunyai kelebihan yang diberikan Allah Ta’ala padanya, disatu sisi ia mempunyai kekurangan, tapi di sisi lain ia memiliki kelebihan yang bermanfaat bagi sesama, pertolongan Allah Ta’ala sangat beragam kepada hamba-hambaNya, di antaranya:
Dibuka/dicerahkan pikiran
Disehatkan jiwa dan raga
Diberikan kesejukan dan ketenangan hati
Munculnya rasa tanggung jawab
Hidup menjadi lebih bergairah dengan kasih sayang
Menjadi lebih produktif
Semakin bijak dan dewasa dan lain-lain
Dengan memahami hakikat penciptaan, seseorang akan mantap untuk melangkah lebih jauh dalam mengarungi derasnya arus kehidupan, ia akan pandai memilih dan memilah seorang sahabat yang senantiasa mengingatkannya ketika ia lalai dan senantiasa mendoakannya.
Mereka bagaikan bintang-bintang yang terus menerangi/membimbing jalan perahunya saat cahayanya mulai meredup di tengah luasnya samudera kehidupan yang ia lalui, sahabat dari kalangan shalih, sesungguhnya jika ia tidak sedang berada bersamanya, mereka merasa seperti (ada ruang kosong di hatinya) kehilangan sosoknya dan pada hari esok di saat semua manusia sudah diputuskan perkaranya di bawah ‘Ars Ar-Rahman, merekapun senantiasa menunggunya.
Inilah alasan seseorang harus pandai dalam memilih sahabat yang mencintainya karena Allah, karena ia akan dibimbing dalam mengetahui hakikat kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar