Urg ge can tangtu bener
5 Ciri-Ciri Pasangan yang Tidak Bisa Dipercaya
Share the knowledge!
1
Kepercayaan adalah sesuatu yang harus diusahakan dalam hal apapun, termasuk dalam hubungan asmara. Tidak mudah untuk seseorang mempercayai orang lain begitu saja, terutama orang yang sebelumnya pernah dikhianati kepercayaannya. Bagi kamu yang pernah dikhianati oleh pasangan, mungkin kamu merasa sulit untuk mempercayai orang kembali.
Namun, jangan biarkan rasa sakit hati mencegahmu untuk mempercayai orang selamanya. Apa yang harus kamu lakukan adalah lebih berhati-hati lagi dalam mempercayai pasangan dan mengenali para calon pasanganmu yang berpotensi mengkhianati kepercayaanmu. Berikut ini adalah ciri-ciri pasangan yang tidak bisa dipercaya.
Kesalahan Masa Lalu
Mengetahui kesalahan-kesalahan si dia di masa lalu sangatlah penting untuk dilakukan sebelum memulai hubungan. Tanyakan padanya apa yang menjadi penyebab berakhirnya hubungan si dia di masa lalu untuk mengetahui karakter dan kepribadian pasangan. Apakah dia pernah berselingkuh? Jika jawabannya ya, berapa kali dia berselingkuh dan apa alasannya. Cari tahu sedalam-dalamnya sebelum kamu membuat keputusan.
Menyimpan Rahasia
Orang yang tidak bisa dipercaya adalah orang yang dengan sengaja menyembunyikan sesuatu dalam jangka waktu panjang karena alasan yang kurang baik atau tidak masuk akal. Biasanya, kamu akan mudah menyadari tipe pasangan yang seperti ini. Jadi, kalau menurutmu pasangan tidak terbuka dalam semua hal dan memiliki sesuatu yang dia sembunyikan, kamu patut mencurigainya dan menuntutnya untuk jujur kepadamu.
Ucapannya Tidak Masuk Akal
Ucapan dan cerita yang keluar dari mulut orang yang tidak bisa dipercaya pasti tidak pernah masuk akal. Sepandai-pandainya seseorang berbohong, akan ada saat di mana kebohongannya tidak sesuai dengan kenyataan. Di sinilah kamu harus bisa teliti dan cermat sebelum mempercayai pasangan.
Content continue below...
Tidak Ada Support
Pasangan yang tidak bisa dipercaya tidak selalu berarti dia tukang selingkuh. Kepercayaan sangat dibutuhkan dalam hubungan agar kamu dapat mengandalkan pasangan di saat kamu butuh dukungan dan tempat sandaran ketika sedang susah. Jika pasangan tidak dapat memberikan dukungan yang kamu butuhkan, dia bukanlah orang yang bisa dipercaya.
Firasat
Saat kamu tahu pasangan merusak kepercayaanmu, pernahkah hati kecilmu berkata, “Semestinya aku tahu dia tidak bisa dipercaya.”. Kalau ya, mulailah untuk mempercayai firasat dan intuisimu. Firasat memang tidak selamanya benar, namun tidak ada salahnya untuk didengar. Tajamkan intuisimu dengan bersikap peka terhadap apa saja yang dilakukan pasangan.
Kunci untuk benar-benar mengetahui seseorang dapat dipercaya atau tidak adalah dengan mempercayai mereka. Akan tetapi, jangan sampai kepercayaan membutakanmu pada hal-hal buruk yang dilakukan pasangan, ya.
Mengembalikan Kepercayaan Pasca-Diselingkuhi
Share the knowledge!
11
Diselingkuhi oleh kekasih adalah hal yang menyakitkan. Merusak kepercayaan yang selama ini dibangun pada kekasih. Banyak wanita yang memilih untuk mengakhiri hubungan yang telah dikhianati oleh pasangannya. Bagi mereka, sekali rusak kepercayaan, maka susah untuk mengembalikannya seperti semula. Namun, ada pula yang tetap bertahan dengan pasangannya. Mungkin ini adalah perselingkuhan pertama yang dilakukan pasangan. Selain itu, masih ada rasa cinta di antara mereka berdua.
Yang manakah yang akan kamu pilih? Mungkin tergantung situasi dan kondisi, ya? Namun, jika kamu mengambil pilihan yang kedua, yaitu bertahan, diperlukan rasa percaya lagi untuk memulai hubungan yang pernah dikecewakan ini. Rasanya memang nggak mudah, namun keputusanmu untuk bertahan itulah yang menandakan kalau kamu ingin kembali percaya dan mencoba membenahi hubungan asmara kalian.
Agar kamu dapat mengembalikan kembali rasa percaya yang hampir hilang itu, lakukan langkah-langkah berikut.
Beritahu Isi Hatimu Saat Ini Padanya
Diselingkuhi membuat kita sedih. Karena itu, katakan padanya isi hatimu saat ini. Bilang padanya bagaimana kesedihan dan kecewa yang sedang kamu alami. Jangan hanya diam saja dan memendamnya. Usahakan untuk menyampaikan perasaanmu tanpa menggunakan nada tinggi dan lebih tenang. Ketika pasangan ingin kembali padamu, dia akan mengerti dan mau berusaha membangun kembali hubungan kalian.
Memaafkan Kesalahannya
Semua orang pernah melakukan kesalahan, termasuk kalian. Kesalahan pasanganmu adalah berselingkuh. Saat dia menyesalinya, dia akan memohon maaf padamu dan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, hargailah usahanya untuk mendapatkan rasa kepercayaanmu. Maafkanlah dia, meskipun susah sekali dilakukan. Serta, jangan selalu mengingat kesalahannya itu. Lebih baik pikirkan masa depan hubungan kalian.
Content continue below...
Konsisten
Banyak yang memaafkan, namun masih saja mengungkit masalah perselingkuhan pasangan setelahnya. Berarti, kamu nggak konsisten ketika memaafkannya, setengah hatimu masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Kalau sudah begini, hubungan yang sedang dibangun pasca selingkuh nggak akan berjalan dengan baik. Kamu sudah berniat untuk bertahan dan memaafkannya, konsistenlah atas keputusanmu dan jangan mengungkit masa lalu tersebut.
Tetap Sabar
Kamu pun harus sabar dalam melewati cobaan ini. Ya, saran yang terlalu biasa, namun inilah yang memang kamu butuhkan. Kamu harus bersabar untuk membangun kepercayaan terhadapnya setelah dikhianati. Ketika kamu dan pasangan saling berusaha untuk membenahi hubungan asmara yang sempat retak, kalian akan bisa saling percaya kembali.
Menjaga Komunikasi denganmu
Jujur saja, setelah diselingkuhi, ada perasaan insecure yang muncul terhadap pasangan. Perasaan ini harus dilawan. Selain mencoba melawan dari diri sendiri, mintalah pasangan untuk membantumu. Caranya dengan memintanya untuk selalu memberi kabar. Paling nggak, di saat di sedang lengang dari kesibukannya, minta ia untuk menghubungimu.
Bagaimana Jika Pacar Tak Percaya Lagi?
Share the knowledge!
21
Dalam menjalin sebuah hubungan, pasti pertengkaran tak lagi bisa dielakkan. Pertengkaran bagaikan ujian dalam menjajaki tahapan dalam hubungan. Semakin bisa melewati masalah yang ada, hubungan bisa dikatakan “lolos”.
Namun, tak sedikit juga saat ada pertengkaran mulai timbul ketidakpercayaan. Tidak percaya kalau pasangan bisa berbuat baik, tidak percaya kalau pasangan tak melakukan kesalahan yang sama (setelah melakukan hal yang membuat kalian bertengkar). Pokoknya tak percaya lagi. Kepercayaan yang tumbuh sebelumnya hancur saat tahu pasangan (misalnya) sedang berbohong atau melakukan hal lain yang tak sesuai dengan kesepakatan mereka.
Kasus seperti itu dirasakan banyak pasangan. Si wanita ketahuan ngelakuin suatu kebohongan dan si pria marah besar dan wanita mencoba mengembalikan kepercayaan pria. Atau sebaliknya.
Padahal saat Anda dituduh melakukan kesalahan hingga pasangan Anda tak lagi percaya, Anda merasa kesalahan tak begitu besar atau bahkan pasangan hanya mengada-ngada. Namun, agar hubungan bisa berjalan kembali Anda memohon dimaafkan dan berupaya agar hubungan bisa kembali membaik.
Perlu Anda ingat bahwa dalam hubungan, kepercayaan menjadi hal yang sangat penting.
Anda merasa sudah meminta maaf untuk membuat pasangan kembali percaya sama Anda, tapi pasangan tetap tak percaya sama Anda.
Anda mencoba melakukan banyak cara untuk membuat pacar kembali percaya, misalnya mulai menjauhkan teman-teman yang membuat pacar Anda sempat tak percaya sama Anda.
Content continue below...
Anda sudah berusaha semaksimal mungkin untuk nggak ngebohongin pacar Anda lagi, meskipun Anda sadar kejujuran akan membuat pasangan Anda sakit dan kecewa.
Dan tetap saja pasangan Anda tak lagi percaya sama Anda.
Kalau sudah begini, lebih baik segera selesaikan hubungan. Putuskan pasangan yang sudah tak percaya lagi sama Anda. Karena kepercayaan salah satu faktor utama dalam hubungan, selain komitmen. Apalagi jika Anda dan pasangan sudah menjalin komitemen, namun pasangan tak lagi percaya sama Anda.
Untuk apa menjalani hubungan kalau sudah tak ada kepercayaan di satu pihak?
Maka bijaksanalah, bukan malah memohon-mohon agar pasangan kembali percaya karena itu hal yang sulit. Yang bisa Anda lakukan adalah melepaskan pasangan mencari orang lain yang bisa membuatnya percaya, tentunya setelah Anda berusaha mengembalikan kepercayaannya. Kalau tetap tak bisa, jangan menghabiskan waktu hanya untuk meyakinkan seseorang.
Mempercayai Lagi Setelah Dikhianati, Bisakah?
Share the knowledge!
11
Rasanya tidak ada kerusakan yang lebih fatal daripada dikhianati oleh orang yang sangat kita cintai. Setiap hari kita dicekoki puluhan berita, kisah fiksi, dan lantunan lagu yang menceritakan kemunduran (kalau bukan kehancuran) hidup seseorang akibat pasangan yang menyalahgunakan kepercayaannya. Itulah yang terjadi pada Kalina, seorang wanita karir yang baru saja diberhentikan karena melakukan kesalahan-kesalahan fatal di perusahaannya, tepat dua bulan setelah sang suami ketahuan berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri.
“Kami sudah menikah delapan tahun, semua keindahan itu terasa tidak ada artinya karena sekarang rasanya sulit sekali mempercayai ucapan dan tindakan suami saya. Dia mengaku menyesal. Dia sudah melakukan banyak hal untuk memperbaiki. Tapi saya seperti selalu mencari-cari tanda bahwa dia sedang melakukannya lagi. Akibatnya saya juga sulit mempercayai pikiran saya dan keputusan saya sendiri, termasuk saat berada di kantor,” jelas Kalina pada sesi pertama dengan saya. “Saya banyak melakukan blunder, karena waktu saya habis mempertimbangkan suara-suara yang membisikkan pikiran kedua, pikiran ketiga, pikiran keempat, dst.”
Saya mudah berempati dengan itu, karena saya pernah mengalami hal serupa. Kemungkinan besar Anda juga pernah. Setiap detik, setiap menit, setiap jam Anda dibayangi kekhawatiran apakah si dia sedang melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Pikiran Anda cepat sekali beranak pinak, “Jangan-jangan begini. Mungkin begitu. Bisa juga begini. Atau sepertinya begitu.” Anda seperti kehilangan pegangan, kalang kabut berusaha memperhitungkan segala sesuatu untuk memastikan kejadian yang sama tidak terulang lagi. Dan itu semua sangat melelahkan.
“Saya ingin mempercayainya lagi, tapi saya tidak yakin bisa melakukannya. Dia yang berbuat salah, tapi kenapa saya merasa itu kesalahan saya karena telah mempercayai dia? Mengapa setelah ini semua, justru saya yang merasa begitu bermasalah? Apakah saya akan terus berantakan seperti ini?” demikian keluh Kalina. Saya yakin ini juga menjadi pemikiran Anda dan semua orang yang mengalaminya, karena jelas saya pun pernah terjerembab di relung hati gelap itu.
Perbedaan pengalaman Anda dengan Kalina, ataupun dengan saya, hanyalah di sejumlah detil jalan ceritanya. Kalina sudah menikah dan memiliki seorang anak, Anda mungkin belum. Anda mungkin sudah berpisah dengan sang pengkhianat, tapi kini menyadari betapa sulitnya membuka diri dan mempercayai ketika bertemu orang baru. Kalina berantakan sampai dipecat dari perusahaannya, Anda mungkin tidak sejauh itu tapi tetap mengalami penurunan konsentrasi kerja. Mungkin juga Anda sudah memiliki pasangan baru, tapi masih dibayang-bayangi ketakutan dari hubungan yang lalu. Ada banyak variasi, tapi sumber luka tetap sama: kepercayaan yang disalahgunakan. Berikut saya kutip pengalaman beberapa orang di Twitter tentang kepercayaan dan pengkhianatan:
“Kayak kesetrum pas nyabut colokan, terus harus nyolokin lagi. Curiga bakal kembali kesetrum.” @sayasimagda
“Seperti dipaksa makan racun, tapi dibilang obat.” -@indybasyira
“Kayak pertama jalan setelah kaki luka dan tahap mau sembuh. Nyeri.” -@ciwullan
“Jadi posesif, karena takut dikhianati lagi.” -@melldut
“Kalau dikhianatin sampai hancur banget biasanya walau orangnya balik pun, rasanya sudah hilang.” -@sabrinachp
“Rasanya kayak jalan pakai satu kaki. Bisa sih, tapi sulit.” -@arlinadelas
Saya suka sekali dengan penggambaran @arlindelas. Jalan dengan satu kaki, bisa tapi sulit. Mempercayai lagi setelah terlukai memang perjalanan harian yang harus dilalui dengan sabar dan perlahan, langkah demi langkah. Mempercayai orang yang sama ataupun orang yang baru sebenarnya sama saja, karena pada dasarnya Anda sudah kehilangan kepercayaan pada diri Anda sendiri. Tidak peduli siapa yang Anda percayai -sesempurna apapun dia dan berusaha semaksimal apapun dia- Anda akan tetap sulit melangkah bersamanya jika Anda belum memperbaiki keyakinan diri sendiri.
Jika saya sederhanakan, langkah perbaikan itu bisa dimulai dengan berhenti memusuhi si dia ataupun pengkhianatannya. Saat memusuhi, Anda malah semakin lama tersakiti karena sebenarnya Anda sedang menuding-nuding kesalahan diri sendiri. Batin Anda seolah berteriak kesal, “Ini salahku karena sudah mempercayai dia. Dasar bodoh, dungu, idiot!” Membenci si dia dan kejadiannya membuat Anda jadi membenci keputusan-keputusan yang Anda sudah buat di masa lalu dan akan buat di masa depan. Wajar saja Anda jadi lelah, takut, labil, dan banyak second guessing, karena Anda sedang meragukan dan memusuhi diri Anda sendiri!
Content continue below...
Satu fakta yang penting Anda ketahui: negative thoughts is our default brain programming, alias kita dilahirkan dengan kecenderungan untuk berpikir negatif. Selama ribuan tahun evolusi, gen kita otomatis senantiasa mencemaskan hal-hal buruk agar bisa terhindar dari bahaya dan bertahan hidup. Apalagi bila telah dikhianati, pikiran jadi lebih agresif berjaga-jaga, mencurigai keadaan dan orang lain, termasuk mencurigai pemikiran dan keputusan diri sendiri. Seluruh energi Anda habis tersedot untuk mengantisipasi bahaya dari dalam dan luar, akibatnya Anda tidak sanggup lagi mempercayai, boro-boro santai mencintai seperti sebelumnya. Iya ‘kan?
Jadi ambil alih kendali atas otak Anda, jangan biarkan dia terus menakut-nakuti, merongrong diri Anda seperti yang saya gambarkan di awal. Dalam kelas Revolusi Pria dan Revolusi Wanita, saya selalu menjabarkan bagaimana proses percaya diri adalah pangkal dari percaya dia. Nah tugas Anda adalah menemukan kembali ketenangan dan keyakinan diri yang terhilang itu. Terima kejadian pengkhianatan itu, kesalahan dia, serta kesalahan Anda sebagai salah satu kepingan penting yang membuat Anda jadi lebih dewasa, bijak, dan berharga. Berikan sorot cahaya pada pojok ruang hati yang gelap itu, dan Anda akan menemukan banyak sekali harta karun di dalamnya. Genggam semuanya dengan lembut dan tenang, bahkan bangga. Berdamai dengan diri sendiri sepertinya klise, tapi itu adalah salah satu langkah penting awal yang menentukan apakah Anda akan sembuh atau malah lumpuh.
Saya tahu persis kadang itu bukan hal yang mudah dilakukan seorang diri, seperti Kalina yang merasa perlu . Seolah semuanya kusut memusingkan tidak tahu mau dimulai dari mana, apalagi muncul rasa pedih menusuk di dada setiap kali mengingat kejadian itu. Terserah Anda atau melakukannya saja sendiri perlahan-lahan, saya ingin menegaskan bahwa Anda bisa kembali mempercayai orang lain lagi ketika sudah menyadari bahwa diri Anda semakin berharga dibanding sebelumya. Seseorang sudah melukai hati Anda, masakah Anda tega masih mau menambah luka-luka itu dengan mengurung, menyalahkan, dan membenci diri sendiri? Tidakkah Anda merasa berhak untuk kembali mempercayai dan mencintai?
Jika saat ini Anda seperti sedang melangkah dengan satu kaki, bertahanlah. Bukan waktu yang akan menyembuhkan, tapi apa yang Anda lakukan dengan waktu itulah yang bisa membuat Anda kembali bahagia. Arahkan kaki Anda sesuai panduan di atas, dan teruslah melangkah maju. Ya Anda merasa kesakitan, tapi sadari itu bukan penyakit yang fatal melumpuhkan. Untuk setiap langkah yang Anda lakukan, Anda akan terkejut menyadari bahwa ternyata Anda jauh lebih kuat daripada yang Anda duga.
Pengalaman, lebih baik, berbeda .
Perbaikan diri
Tidak sempurna
Lalaki harus lebih berbesar diri
Lalaki
Ari mnh hyngna kmh ?
emmylivesite in Uncategorized January 25, 2017 1,107 Words
Pulihkan diri dari Victim Mentality
Miris… Mendengar cerita lagi-lagi konflik rumah tangga seseorang yang ku kenal. Mau bantu, ya orangnya belum sadar kalo dia bermental korban. Apa itu mental korban ? Atau yang sering dikenal sebagai “Victim Mentality”.
Kalo kamu punya masalah, dan muter-muter terus disitu-situ aja, tiap orang kasih nasehat kamu tepis. Curhat bukan buat cari solusi. Cuma buat “buang sampah”. Tapi kritikan apapun gak kau gubris. Kemungkinan besar Anda bermental korban.
Apapun masalah yang kamu punya, pokoknya itu karena lingkungan. Itu karena orang lain. Itu karena Tuhan. Segala ketidakbahagiaan yang ada di hatimu, tanggungjawabnya ada di pundak orang lain, bukan di dirimu.
Merasa diri sebagai penderita terus terusan. Merasa lingkungan lah yang salah. Bahagia nya dari luar, padahal bahagia itu tanggungjawab diri sendiri. Bahkan saat kamu mencoba bisnis, kemudian gagal, lantas kau salahkan orang lain. Entah itu sponsor yang mengajakmu berbisnis atau tim mu yang enggan bergerak. Padahal jangan salahkan orang lain saat bisnis gagal, kadang itu karena mental korban.
“How to help someone with Victim Mentality ?”
Apa penyebabnya seseorang bisa bermental korban ?
Saya pernah belajar ilmu Parenting, mungkin ada pengaruhnya dengan didikan masa kecil dulu. Kalau jatuh, yang dipukul lantainya. Yang salah lantainya. Padahal sudah tau kan, jatuh itu karena diri sendiri yang tidak hati-hati dalam melangkah. Karena waktu itu masih kecil, jadi nya belum mengerti. Meng-iyakan saja, benar yang salah lantainya.
Tapi lain dulu lain sekarang kan. Setelah dewasa, apakah itu berarti kamu masih akan terus mempertahankan pemahaman yang salah yang kamu dapatkan waktu kecil dulu ?
Banyak penyebab seseorang menderita Victim Mentality. Bisa jadi memang pengaruh didikan orangtua, lingkungan, bisa jadi dia dulunya korban bully an. Pernah menderita trauma. Trauma ini sendiri macam-macam bentuknya, dari trauma kehilangan, trauma pengabaian, trauma kejahatan seksual.
Sehingganya, sering muncul perasaan tidak berdaya. Saya tidak berharga. Saya tidak berguna. Segala hal buruk terus menerus terjadi pada diri saya.
Pernah dengar juga bahwa “mindset” seseorang itu berpengaruh nyata pada kehidupannya.
“ Alloh mengikuti prasangka hamba Nya “ (QS Al-Isra : 7 )
Makanya tuh, setelah kamu mengalami suatu kejadian buruk, yang mengakibatkan dirimu jadi bad mood. Biasa nya pikiran akan terus menerus negatif. Kemudian tanpa sadar menarik alam, untuk mengikuti pikiran negatifmu tersebut (amestakung). Sampai berulang-ulang kejadian buruk terus menerus menimpamu. And you feel “ Oh great.. Now what ?! “
Coba ditelaah lagi penyebabnya. Benarkah itu karena salah kejadiannya ? Atau salah dari pemikiranmu ?
Perlu usaha yang tingi untuk lepas dari mental korban. Tidak bisa diingkari, kita manusia. Kita tak bisa terus menerus berada dalam kondisi “I am okay”. Pasti ada kalanya salah. Pasti ada kalanya memang mood lagi gak bisa digeser.
Maka dari itu untuk berubah, yang pertama kali , paling penting adalah : Mengenal diri sendiri.
Jujurlah pada dirimu sendiri. Tidak usah menipu. Tidak usah berdusta. Sangat baik sekali jika tiap pagi kau menyempatkan diri untuk bercermin, dan bertanya : “ Apa kabar kamu hari ini ?”
“Apakah hidup baik-baik saja ?”
Kamu perlu mencari tau, hal apa yang kamu sukai ? Hal apa yang kalo kamu kerjakan akan membuatmu lupa waktu ? Hal apa yang kamu rela lakukan meski tidak dibayar ? Hal apa yang bisa membangkitkan moodmu ?
Kamu perlu menyadari, tiap kamu marah, kamu kesal, kamu sedih, rasakan dan akui perasaanmu. Jangan kau tolak, jangan kau ingkari. Akui kalo kamu marah, akui kalo kamu sedih. Cari penyebabnya dan jujurlah. Sebenarnya kamu marah karena apa ? Sedih karena apa ?
Jawaban itu ada pada dirimu sendiri kok !
Buka hatimu, buka pikiranmu. Jangan bagai katak dalam tempurung.
Penting juga bergabung di komunitas positif, dimana berisi orang-orang yang bertekad berubah, menjadi lebih baik. Kadang kita tak menyadari , orang lain itu punya masalah lebih berat dari kita. Tapi bedanya dia tak mengeluh. Dia berjuang untk menyelesaikan masalahnya. Fokus pada solusi, bukan fokus pada masalahnya.
Dan memang langkah yang tak kalah pentingnya adalah : Terbuka. Setelah kamu jujur pada diri sendiri. Beranikan untuk membuka diri. Jujur pada orang yang bisa dipercaya.
Pelan-pelan tumbuhkan sikap asertif. Latihlah, jika ada yang buat kamu kesal, sampaikan pada orangnya. Ada yang buat kamu sedih, ngomong ! Bilang dengan baik-baik, pakai kata pembuka berupa ungkapan perasaanmu. Misal : “ Saya sedih karena…. “ atau “ Saya marah karena…. “
Jangan lupa tarik nafas panjang dulu dan pertahankan mood dalam kondisi baikmu. Jernihkan pikiranmu dahulu. Jangan meluapkan perasaan saat sedang dalam emosi tinggi !
Itu sebabnya perlu juga memahami ilmu “pause”. Yaitu saat kamu berada di kondisi terburukmu, emosi memuncak. Kamu perlu mencari tau bagaimana cara membangkitkan moodmu .
Bila sedang berdiri maka duduklah. Bila membasuh muka membantu, maka siramlah kepalamu biar adem. Bila kondisi membaik saat mendengarkan musik, maka dengarkanlah musik yang lembut.
Cooling down ini perlu, karena biasanya saat emosi kita memuncak, kita cenderung berkata dan bertindak sesuatu yang akan kita sesali nantinya.
Jangan lupa, perubahan adalah suatu proses seumur hidup ! Jangan mengharapkan tiba-tiba berubah seperti sulap, setelah membaca tulisan ini misalnya. Kamu perlu proses. Kamu perlu mengalami sendiri hidup. Mengalami sendiri saat dirimu berada dalam keterpurukan, berada paling bad mood.
Yang menandakan dirimu sudah lepas dari mental korban adalah : Kamu sudah berani mengambil tanggung jawab untuk meneyelesaikan apapun masalahmu. Kamu sudah berani ambil tanggungjawab untuk bahagiamu sendiri.
Tapi kamu tidak bisa berharap, langsung seketika menjadi “New Me”.
Adakalanya, bila seseorang sudah menderita trauma yang mendalam, dia butuh orang lain. Tak apa. Jangan merasa kerdil karena membutuhkan orang lain. Kita hidup tak bisa lepas dari hubungan antar manusia. Tapi carilah seseorang yg expert untuk mengatasi masalahmu.
Apakah kamu perlu terapist, psikolog atau kelas berat seorang psikiater ?
Dalam langkah pertama yaitu mengenali diri sendiri, seharusnya sudah bisa terdeteksi. Memulihkan trauma itu bagai mengupas kulit bawang, selapis demi selapis.
Karena dalam prosesnya sendiri kadang timbul penolakan demi penolakan. Tergantung seberapa dalam lukanya, seberapa besar efeknya pada hidupmu.
Tidak usah merasa buruk. Tidak usah berkecil hati. Tidak usah merasa terintimidasi.
Hidup ini tidak untuk membanding-bandingkan dengan hidup orang lain.
Bahwa setiap orang berbeda, tidak sama. Masalah yang menurut kita berat, mungkin ringan bagi orang lain, dan begitu juga sebaliknya.
Tapi kita perlu menyadari bahwa “Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”. ( Q. S. Al-Baqarah : 286 )
Percayalah, masalah demi masalah itu sudah ditakar sedemikian rupa agar sesuai dengan kemampuanmu. Hanya saja dirimu yang mungkin tidak menyadari yang kau punya. Dirimu yang kadang merasa mengecilkan dirimu. Padahal kau lebih hebat dari itu.
Jangan lupa, setiap ujian pasti mengandung hikmah dibaliknya.
Bagai permata yang dibuat dari batu yang terus menerus ditempa dan diasah sedemikian rupa.
Atau mutiara yang juga berasal dari batu yang terselip dibalik kerang tertutup.
Maka carilah permata atau mutiara tersebut !
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S Ar-Ra’du : 11 )
Saya tau karena sudah pernah terapi. Saya paham, karena saya dulu salah satu penderita Victim Mentality syndrom. Saya pernah bermental korban.
Saya bisa berubah, Anda juga pasti bisa !
Lakukan Ini saat Kamu Kesal dengan Pasangan
Share the knowledge!
Kesal dengan pasangan membuatmu serba salah atau malah jadi benar-benar bersalah. Menghindari rasa marah memang sulit. Itulah sebabnya kamu sering hilang kendali dan merusak hubungan.
Kamu sebenarnya paham bahwa marah hanya bisa membawa keburukan dalam hubungan. Namun, kamu tidak bisa menyadari itu saat emosimu meledak. Cara berikut bisa membantumu memilih sikap yang tepat saat kesal dan ingin marah.
Bedakan Kesal dengan Pasangan atau Badmood Saja
Pernahkah kamu mersa uring-uringan dan jadi marah tidak jelas pada pasangan? Pasanganmu mungkin tidak membuatmu marah, kamu saja yang merasa dia tiba-tiba jadi menyebalkan saat itu. Saat kamu merasakan hal seperti itu, bisa jadi kamu hanya sedang badmood.
Kekesalan tanpa alasan mudah dikenali. Saat pasanganmu berkata ‘’Kamu kenapa sih tiba-tiba jadi marah-marah begini?’’ sementara dia tidak melakukan kesalahan sedikitpun, itu menandakan kamu hanya sedang badmood. Si dia yang tidak bersalah jadi sasaranmu meluapkan kekesalan karena dia sedang ada bersamamu saat itu.
Don’t mix bad words with your bad mood. You’ll have many opportunities to change a mood, but you’ll never get the opportunity to replace the words you spoke.
Diam Sejenak
Kamu mungkin bertanya ‘’bagaimana bisa mengetahui bahwa si dia benar-benar tidak melakukan kesalahan’’ untuk membedakan kamu benar-benar badmood atau dia memang bersalah. Jawabannya adalah: diam sejenak.
Content continue below...
Diam bisa memberi jeda agar marahmu tertahan. Kamu jadi berpikir ulang dan menyadari penyebab kekesalanmu. Bahkan jika kekesalanmu benar-benar karena kesalahan si dia, kabar baiknya adalah rasa marahmu bisa dikendalikan.
Marahlah Secara Elegan
Jika kamu berhasil mengendalikan rasa marah dengan sikap ‘diam sejenak’, mudah bagimu untuk marah secara elegan. Kemarahan yang diungkapkan dengan tenang dan diimbangi dengan memberikan solusi untuk kebaikan hubungan adalah marah secara elegan.
Ganti “If You were Me” Jadi “If I Were You”
Ungkapan yang paling sering muncul saat kamu kesal dengan pasangan biasanya adalah ‘’Coba bayangkan bagaimana rasanya kalau jadi aku !’’. Kamu terlalu sering meminta ingin dipahami hingga lupa bagaimana cara memahami orang lain.
Sikap selalu ingin dipahami orang lain membuatmu selalu merasa menjadi korban. Perasaan seperti itu jadi membuatmu mudah menyalahkan pasangan saat hubungan terasa tidak nyaman.
Cobalah ganti dengan kalimat ‘’Jika kamu jadi aku’’ dengan ‘’Jika aku jadi si dia’’. Kamu jadi bisa memahami posisinya saat selalu disalahkan olehmu. Luangkan beberapa detik saja untuk melakukannya. Hubungan yang baik bisa terwujud jika ada keseimbangan di dalamnya kan?
Penyakit Jiwa : Victim Mentality Syndrom (VMS)
Salah satu penyakit jiwa yang sudah lama mewabah.
Penyakit ini diduga sebagai salah satu faktor penyebab mengerasnyahati, memutus urat malu dan merusak syaraf berpikir. Dan disinyalir sebagai penyebab utama hancurnya sebuah rumah tangga.
Secara terminologi (bahasa), victim berarti korban, mentalityyaitu kejiwaan atau pola pikir.
Jadi, VMS itu secara laterlak adalah sindrom pola pikir (jiwa) (merasasebagai) korban.
Maksud sebenarnya, tidak jauh dari maknanya secara bahasa. Definisi pastinya tidak ada yang representatif kecuali harus melihat dari gejala-gejalanya yang timbul.
Sindrom ini menjangkit ke seluruh isi otak dengan begitu halus.Dan bahkan, sering tidak disadari oleh penderitanya. Ini yang membuat, penularan VMS begitu cepat dan sulit ditangani.
Namun, beberapa gejala sebenarnya dapat diidentifikasi, sayamencoba memaparkannya, sekiranya, dapat digunakan sebagai acuan dalam penilaianterhadap diri sendiri.
VMS?terjangkitngga ya?
Gejalanya seperti apa?
Gejala VMS sangatlah banyak, antara lain :
– Merasa selalu tidak diperlakukan dengan baik oleh orang lain,
– Merasa selalu disakiti,
– Merasa selalu dipihak yang dirugikan,
– Merasa tidak dipedulikan orang lain,
– Merasa tidak ada orang lain yang mengerti.
– Merasa orang lain hanya memikirkan diri sendiri.
– Merasa sudah berbuat banyak untuk orang lain.
– Merasa diperbudak.
– Merasa dimanfaatkan.
– Merasa selalu dipersalahkan.
– Merasa selalu dipojokkan.
– Merasa kesal ketika orang lain mengacuhkan.
– Berpikir orang lainlah yang seharusnya bertindak.
– Merasa ingin selalu diperhatikan.
– Merasa ingin selalu menjadi pusat perhatian (center ofattention).
– Dalam bekomunikasi, penderita akan suka membalikkan argumen,mencari berbagai pembenaran.
– Bicaranya berputar-putar.
– dan sebagainya…
Penetrasinya yang halus bukanlah refleksi dari efek yang dihasilkan.Ternyata efek VMS itu, sangatlah besar! (dalam arti negatif).
antara lain sebagai berikut, silakan disimak :
– Jadi lupa bersyukur pada sang Pencipta.
– Lupa akan perbuatan baik orang lain.
– Lupa berterima kasih.
– Lupa kalau dirinya adalah manusia yang lemah dan tidak luputdari kesalahan.
– Tidak pernah merasa bersalah dan sebaliknya akan terus berusahamencari kesalahan orang lain.
– Kalaupun mengetahui bersalah, selalu ada tapi..danujung-ujungnya merasa tidak bersalah.
– Karena tidak merasa bersalah maka tidak akan ada kata memintamaaf.
– Mencari kawanan untuk mencari pembenaran.
– Mencari kawanan sehati, sepemikiran untuk menggunjing.
– Mencari kawanan untuk sama-sama menuntut.
– Mencari kesalahan orang lain yang menurutnya lebih besar, agarlebih dulu dipersalahkan.
– Berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan pemikiran (victimmentality-nya).
– Pikiran menyempit.
– Tingkat kesabaran menurun.
– Kemampuan berpikir logis akan hilang.
– Tidak mampu mendengar pendapat orang yang tidak sepemikiran.
– Hati menjadi keras.
– Jarang menangis dan sulit tersentuh hatinya.
– Takjub pada diri sendiri, sombong dan egois.
– Lupa untuk memperbaiki diri.
– Rasa malu yang hilang.
– Merusak hubungan baik dengan Allah dan juga dengan makhluknya.
– Merusak keharmonisan rumah tangga maupun satu hubungan dalambentuk yang lain.
– Hilangnya kenyamanan.
– dsb.
Lantas, bagaimana cara menyembuhkan atau agar terhindar dari VMStersebut?
– Sadarilah kembali bahwa kita adalah hamba Allah yang lemah dantidak sempurna.
– Sadarilah bahwa kita juga bukan seorang hakim terhadapkekurangan orang lain.
– Ketika timbul masalah, berhenti sejenak, tahan beberapa saatuntuk tidak memberikan respon dan berikanlah waktu untuk mengembalikan terlebihdahulu pada diri sendiri.
– Temukan kesalahan diri sendiri, cari garis penghubung diri kitadengan masalah yang terjadi.
– Camkanlah bahwa “Kesalahan ada pada diri sendiri”.
– Biasakan untuk segera meminta maaf walaupun terhadap masalahyang “menurut” kamu bukan kamulah penyebabnya.
– Banyak-banyak membaca buku agar wawasan dan cara berpikirsemakin luas.
– Banyak-banyak bergaul dengan orang-orang yang positif, yangpunya hobi positif, pembelajar, dsb.
– Kenali lagi, maksudnya, coba analisa lagi secara objektif,mungkin memang benar bukan andalah penyebab utamanya. Namun tetap, andabukanlah seorang hakim yang berhak menjustifikasi kesalahan orang lain.
– Bersikaplah bijaksana, cari solusi yang bisa mengatasi masalahsecara nyata. Bukan sekedar, kepuasan akan pengakuan dari orang lain bahwa “GUEBENER dan SI DIA SALAH!”
– Belajar untuk berkomunikasi dengan baik, berbicara dengan baikdan mendengarkan dengan baik.
– Tidak perlu arogan.
– Dan bersabarlah.
Demikian ulasan mengenai VMS versi saya.
“Kesalahan ada pada diri sendiri, don’t blame anyone”
G.S.
Victim Mentality
Dalam kehidupan banyak hal dan peristiwa kita lalui,ada suka maupun duka terkadang bahkan tekanan yang menyiksa.
Namun semua itu adalah dinamika kehidupan dan semua pasti akan berlalu,yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
Jika yang menyenangkan mungkin indah untuk di kenang,yang menyedihkan/menyakitkan lupakanlah dan jadikan pelajaran hidup.
Di dalam masyarakat masih banyak yang terbelenggu dengan masa lalu yang menyakitkan,sehingga terus terbawa kedalam kehidupannya saat ini.
Inilah awal pembentukan sebuah psikologi/mental yang tidak sehat,makin hari rasa menyakitkan itu makin terakumulasi.
Akhirnya menjadi sebuah victim mentality(mental yang selalu merasa menjadi korban),sebuah akar kepahitan yang dalam membuat mental ini semakin tersiksa dan mengakar.
Jika hal ini terus menerus terpelihara maka kejiwaan seseorang bisa terganggu,hal yang menjadi gejala awalnya adalah perasaan sensitif,negatif thinking,emosi yang sulit terkontrol.
Mental yang selalu merasa kalah,teraniaya membuat seseorang menjadi curiga kepada setiap orang,dengan begitu sulit baginya menemukan kemajuan dalam kehidupan.
Yang lain tentang efek dari victim mentality adalah memusuhi setiap orang yang mencoba menasehati atau mengkritisi dirinya,sehingga tidak jarang dia membuat sebuah dinding batasan kepada yang menasehati sebagai bagian dari musuh dirinya.
Awalnya mungkin tidak terlalu menonjol sifat ini,namun dalam tahap yang kronis akan membuat dirinya menjadi murung tanpa damai dan sukacita.
Karena itu berdamailah dengan diri sendiri dahulu lalu kemudian berdamailah dengan orang-orang di sekitar kita,meskipun terkadang kita tersakiti namun memaafkan dan mengampuni jauh lebih baik di bandingkan memupuk kebencian dalam diri.
Dengan mengampuni dan memaafkan orang lain kita telah menolong diri sendiri,damai sukacita akan selalu hadir tanpa batasan.
Bukankah dalam hidup ini kita mencari kebahagiaan yang hakiki?....kebahagiaan hanya bisa di dapat didalam hati yang damai dan penuh syukur serta sukacita.
Mulailah dari diri kita sendiri untuk selalu hidup dalam kedamaian dan saling mengasihi kepada siapapun,yang baik maupun yang jahat terhadap kita.
Dengan mengasihi maka semua hal yang kita miliki menjadi bernilai,apalah artinya semua yang kita miliki tanpa kasih dan damai serta sukacita.
Dalam hidup yang singkat ini berbuatlah sesuatu yang bernilai untuk diri sendiri dan masyarakat di sekitar kita.
TERBATAS: Untuk yang Suka Kalimat Bernas, Merdeka & Mencerahkan – Kang Adhi
Anda Bermental Korban? Belajarlah dari Tariq Ramadan dan Obama!
Apakah Anda mempunyai gejala sindrom mentalitas korban atau victim mentality. Kenapa tidak belajar dari 2 tokoh muda Tariq Ramadan dan Hussein Obama? Mentalitas korban bisa hinggap pada satu individu, kelompok, suku, bangsa atau agama tertentu.
Tanda-tanda orang yang mempunyai mentalitas macam ini gampang dilihat kok: ketika seseorang selalu mem-blame orang atau kelompok lain sebagai penyebab terjadinya hal buruk dalam hidupnya. Anda miskin dan menuduh si kaya sebagai penyebab ketidakadilan. Anda tidak naik pangkat dan menuduh teman Anda atau boss Anda berlaku tidak adil. Pacar Anda diambil orang dan menuduh dia tidak setia, atau saingan Anda main dukun.
Dalam skala besar, mentalitas korban bisa menghinggapi kelompok suku, bangsa atau agama. Kelompok Anda sial terus dan menuduh kelompok lain berlaku curang. Coba lihat jargon-jargon di sekitar identitas kesukuan, kebangsaan atau keagamaan Anda. Kalau selalu ada tuduhan buruk terhadap suku, bangsa, atau agama lain, atau biasa memburuk-burukan suku, bangsa atau agama lain. Hati-hati, jangan-jangan sindrom mentalitas korban sedang melanda kelompok identitas Anda.
Mentalitas korban adalah sindrom yang berbahaya untuk hidup Anda sendiri. Anda akan selalu merasa sebagai orang yang dikorbankan, dianiaya dan ditindas. Rasa sakit dan marah akan menguasai Anda dan kelompok Anda. Lalu seluruh energi yang luar biasa yang Anda miliki hanya akan habis-habisan Anda pakai untuk menjadi sangat agresif atau sangat menutup diri. Tetapi keduanya berpangkal dari keinginan mempertahankan diri, mekanisme defensif yang keliru. Akibatnya Anda atau kelompok Anda tidak pernah meraih kemajuan apapun, selain kebiasaan mudah tersinggung, keahlian untuk bertahan, protes dan aggresif suka menyerang.
Menjadi korban tidak harus = mempunyai mentalitas korban
Mungkin saja benar bahwa Anda atau kelompok Anda pernah menjadi korban dari perbuatan buruk orang atau kelompok lain. Tetapi menjadi korban tidak harus berarti Anda mempunyai mentalitas korban. Mentalitas korban muncul ketika Anda terus mengingat-ingat menanamkan dalam diri dan pikiran Anda bahwa orang lain berlaku tidak adil kepada Anda. Dan dimanapun Anda dan situasi Anda, Anda selalu merasa dan bertindak sebagai korban. Menuduh, menyerang, kawatir, penuh syak-wasangka, curiga, nyinyir dan tidak produktif.
Jalan terbaik untuk mengatasi mentalitas korban dalam diri Anda adalah kebesaran hati untuk memahami sebaik-baiknya orang lain, memaafkan dan meminta maaf. Karena pada saat itu Anda telah menjadi lebih besar dari orang yang berlaku tidak adil kepada Anda. Jangan menunggu apalagi meminta orang lain meminta maaf. Karena itu hanya memperkuat mentalitas korban dalam diri Anda. Anda dapat langsung mencoba memahami dan memaafkan dalam hati atau pikiran Anda, karena di situlah akar mentalitas korban terbentuk. Tetapi mungkin kebanyakan dari kita tidak terlatih untuk itu. Coba perhatikan bagaimana orangtua dan anak berkomunikasi di masyarakat kita. A) Berapa waktu yang dipakai untuk mengkritik, melarang, mengatur, menasehati, memarahi, mendebat anak dan menjejali anak-anak dengan petuah-petuah suci? Lalu bandingkan B berapa waktu yang dipakai orangtua untuk mendengarkan, bercerita, memuji, mengerti? Mulai sejak masa kanak-kanak sampai dewasa? Haikul yakin kebanyakan keluarga mempunyai perbanding A yang lebih besar daripada B. Hati-hati, masyarakat kita sedang menciptakan generasi bermental korban. Apakah Anda mengenal Prof Tariq Ramadan dan Senator Hussein Barack Obama? Yang pertama, Ramadan, adalah kampiun muslim Eropa, 45 tahun, pemikirannya cerdas gemilang. Majalah Time memprediksikan dia akan menjadi salah satu orang yang akan mempengaruhi dunia di abad 21. Yang kedua, Obama, 46 tahun adalah Senator Amerika dengan cap minoritas, orang hitam. Mereka adalah contoh gemilang orang yang mengatasi sindrom mentalitas korban. Apapun agama kesukuan kita, kita pasti pernah menjadi korban atau mungkin melihat orang lain menjadi korban, belajarlah dan ajarilah orang lain dengan contoh dua tokoh ini.
Ini 14 Ciri Orang yang Selalu Merasa Dirinya Paling Menderita di Dunia Alias Playing The Victim!
Ade Sulaeman
Selasa, 10 Oktober 2017 | 15:30 WIB
The playing victim (Ade Sulaeman)
Intisari-Online.com - Sebetulnya semua orang pernah menempatkan dirinya sebagai korban.
Coba ingat ketika kita masih kecil, berapa kali kita menyalahkan adik atau kakak ketika terjadi pertengkaran ketika bermain?
Atau mungkin ketika sudah dewasa, berapa kali kita melimpahkan kesalahan pada teman atau rekan kerja kita, ketika terjadi masalah di kantor.
Persoalannya playing the victim hanya akan membuat situasi menjadi lebih buruk.
Apalagi jika perilaku ini jadi kebiasaan, duh bahaya!
Apakah Anda memiliki kenalan atau mungkin diri Anda sendiri yang sering melakukan hal ini?
Berikut ciri-cirinya dilansir dari Lifehack.org:
1. Tidak mau bertanggung jawab
Ya, seperti ciri klasik para korban pada umumnya, menganggap bahwa dirinya tidak perlu berkontribusi ketika masalah terjadi.
Sebaliknya, ia akan menunjuk orang lain untuk bertanggung jawab.
2. Hidupnya sangat kaku
Karena ia percaya bahwa dia hidupnya dapat berubah melalui kemurahan orang lain.
Karena itu dia terus menunggu, tanpa mau berusaha.
3. Mereka menyimpan dendam dan kebencian
Orang yang suka victim playing merasa dendam dan kebencian layaknya senjata utama jika suatu kali ada orang yang mengkonfrontasinya.
Ia akan mengungkit kesalahan orang lain, ketika orang lain menilai dirinya.
4. Merasa sulit dalam komunikasi asertif, akibatnya selalu menjadi agresif
Mereka tidak percaya bahwa dirinya dapat mengendalikan hidupnya, sehingga ia selalu merasa sulit memahami kebutuhan, hasrat, dan keinginannya sendiri.
Ia cenderung berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
5. Sering merasa tidak memiliki kuasa untuk melakukan apa-apa
Sebenarnya ia bisa, namun ia memilih untuk menyerah saja.
6. Tidak mempercayai siapapun juga, bahkan dirinya sendiri
Ia membuat asumsi bahwa tidak ada seorang pun yang layak dipercaya di muka bumi ini.
7. Tidak pernah merasa puas
Ia tidak mengenal bahwa segala sesuatu ada batasnya, sehingga ada waktunya untuk berkata cukup.
8. Gampang untuk berargumentasi tanpa dasar
Mereka merasa adu pendapat adalah arena perang di mana ia harus selalu menyerang.
Ia merasa paling benar sehingga sulit melihat sisi baik dari orang lain.
9. Mereka sering mengasihani diri sendiri, seolah orang paling tertindas di dunia.
10. Selalu membandingkan dirinya dengan orang lain
Kebiasaan ini membuatnya selalu melihat orang lain dengan cara pandang yang negatif.
Tidak heran ia selalu menuntut orang lain.
11. Dia selalu merasa kekurangan seoalah hidup tidak dapat memberinya kebahagiaan
Akhirnya ia terus mengeluh dan mengeluh.
12. Suka mengkritik
Ia akan merasa senang jika ia dapat menjatuhkan orang lain dan menemukan kesalahan orang lain.
Dengan melakukan hal ini, dia merasa superior.
13. Merasa dirinya paling sempurna
Ketika ia kedapatan melakukan kesalahan, ia tidak akan dapat menerima itu.
Sikap yang narsistik dan arogan.
14. Meninggalkan orang-orang yang dianggapnya tidak menguntungkan dirinya.
Orang yang membiarkan kebiasaan memerankan diri sebagai korban semakin lama akan mengalami konsekuensi yang sulit, baik dalam hidup maupun hubungan.
Karena itu, orang seperti ini harus belajar untuk mengubah sikap dan dirinya sendiri.